oleh:
Rina Vitdiawati
Windi Septa Riandi
Rini Nusantari
Dewi Nilam Tyas
A.
Konsep Long
Life Learning
Belajar merupakan hak
dan kewajiban bagi setiap manusia. Belajar bukan hanya dilakukan untuk memenuhi
kewajiban tetapi juga untuk mengembangkan kualitas diri sebagai khalifah di
bumi. Belajar tidak hanya didapatkan dari lingkungan formal seperti
program-program yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu wajib belajar 9 dan 12
tahun. Belajar tidak dibatasi oleh usia, karena pada hakikatnya manusia terus
belajar sepanjang hidupnya, dari lahir hingga tutup usia.Definisi belajar tidak
cukup diartikan sesempit sebagai proses yang berlangsung di dalam kelas dimana
ada guru, murid yang duduk manis di kursi mendengarkan penjelasan guru dan siap
dengan setumpuk buku. Belajar merupakan suatu proses untuk berubah menjadi lebh
baik, dari segi apapunbaik keterampilan, intelektual, emosional, spiritual dan
sosial. Kelima aspek tersebut diupayakan menjadi seimbang melalui proses
belajar untuk membentuk manusia seutuhnya.
Prinsip long
life learning sebagai proses belajar sepanjang hayat dalam pendidikan
biologi dimaksudkan agar peserta tidak menjadi pelajar yang berorientasi kepada
nilai yang tertulis dalam laporan hasil belajar. Belajar biologi dimaksudkan
untuk kepentingan segala aspek kehidupan dan dalam setiap kesempatan hidup
bukan hanya di sekolah tetapi di manapun tempat dan kesempatan adalah wadah
belajar, dan apapun aktivitas merupakan aktivitas pembelajaran. Kegiatan
belajar (pendidikan) bertujuan untuk penyempurnaan karakter setiap individu.
Perlunya belajar sepanjang hidup adalah memberi
kesempatan belajar kepada masyarakat untuk merespon tuntutan kebutuhan kegiatan
belajar yang berorientasi waktu senggang (rileks). Hal ini didasarkan atas
persepsi bahwa tuntutan kegiatan belajar adalah dalam rangka membentuk atau
mengembangkan kedewasaan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu
hidup dan rasa ingin tahu intelektual. masyarakat belajar sepanjang hidup
diwujudkan untuk merespon perubahan dan perkembangan sosial, ekonomi, dan
teknologi. Hal ini menjadi demikian penting dalam rangka meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat supaya dapat hidup dalam
perubahan masyarakat yang demikian cepat.
B.
Learning-Teaching
Integrated dalam Pembelajaran dan Pendidikan Biologi
Belajar dapat dilakukan
kapanpun, dimanapun, oleh siapapun dan dari sumber apapun. Pada proses ini
diperlukan thinking, feeling, sensing,
dan believing. Setiap hal perlu
dipikir, dirasakan, diindera dan didasarkan kepada kepercayaan Tuhan Yang Maha
Esa. Hal ini berkaitan dengan hakikat manusia sebagi khalifah, manusia belajar
melalui kepekaan menangkap gejala alam kemudian membangun makna dari pengalaman
yang diperolehnya. Konstruksi makna ini erat kaitannya dengan kemampuan
masing-masing individu.
Salah satu anugerah
Tuhan adalah manusia diberikan kemampuan yang berbeda-beda untuk saling
berbagi, saling melengkapi satu sama lain, sehingga muncul konsep take and give. Konsep inilah yang
dibawa dalam sisitem pendidikan dan pembelajaran sebagai learning and teaching atau konsep belajar dan mengajar yang menjadi
hak sekaligus kewajiban. Di mana pengajar (guru) dan pembelajar (siswa) saling
memberi dan menerima, namun dapat bertukar peran. Maksud dari bertukar peran di
sini adalah guru tidak selalu membelajarkan siswa, akan tetapi guru juga dapat
belajar dari siswa. Siswa tidak selalu belajar dari guru, tetapi guru juga
dapat belajar dari siswa. Regulasi seperti ini dimaksudkan untuk saling
melengkapi karena ada hal-hal yang dikonstruk siswa yang luput dari konstruksi
yang telah dilakukan guru.
Apabila setiap jiwa
manusia memiliki kesadaran mengemban hak dan kewajiban untuk belajar dan
mengajar, maka setiap orang akan menjalankan dengan baik kedua peran tersebut
baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat.Proses integratif
belajar dan mengajar atau sering disebut dengan integratif “learning-teaching” harus terus dilakukan
guna mengikuti perkembangan jaman dan teknologi. Hal ini sesuai dengan konsep
yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, dimana dalam suatu sistem pendidikan bentuk,
isi dan iramanya dapat berubah namun sifatnya harus tetap. Konsep ini dikenal
dengan SBII (Sifat, Bentuk, Isi, Irama). Salah satu ilmu yang terus mengalami
perubahan, kemajuan dan perkembangan adalah ilmu biologi. Dimana dalam
memperlajari ilmu biologi terdapat dua proses, yaitu pendidikan biologi dan
pembelajaran biologi.
C.
Pembelajaran dan Pendidikan Biologi Berprinsip Among
dalam Long Life Learning
Biologi merupakan
bagian dari ilmu pengetahuan alam (sains). Menurut Trowbridge dan Bybee
(1990:48) sains merupakan representasi dari suatu hubungan dinamis yang
mencakup tiga faktor, yaitu: “the extant
body of scientific knowledge, the values of science, and the methods and
processes of science”. Trowbridge dan Bybee selain memandang sains sebagai
suatu proses dan metode, juga melihat bahwa sains mengandung nilai-nilai.
Sebagai body of scientific knowledge, sains adalah
hasil interpretasi dari membaca/ iqra’ tentang realita yang terjadi di
lingkungan sekitar. Hasil interpretasi dapat berupa fakta, konsep, prinsip
ataupun teori. Sains sebagai proses atau metode meliputi cara berpikir, sikap,
dan langkah-langkah kegiatan sains untuk memperoleh produk-produk sains atau
ilmu pengetahuan, misal observasi, mengumpulkan data, eksperimen, dan prediksi.
Sedangkan sebagai the values of science, sains berhubungan dengan nilai-nilai
yng dapat diinternalisasi oleh pelakunya hingga menjadi bagian dari
karakternya, misal tanggung jawab, kejujuran, ketelitian, toleran,
keingintahuan, serta kebermanfaatan mempelajari sains bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan pengertian
sains dan cara anak membangun pengetahuannya, maka kegiatan pembelajaran sains
biologi di sekolah sudah seharusnya memperhatikan proses pembentukan
pengetahuan dalam pikiran siswa. Hal yang perlu dipahami sebagai pendidik
adalah bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja kepada siswa. Pengetahuan
didapatkan siswa melalui pengalaman-pengalaman belajar langsung yang mereka
lakukan, sedangkan guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan mediator yang
membantu proses belajar siswa.
Pembelajaran biologi
yang berlangsung di kebanyakan sekolah saat ini menggunakan pola pembelajaran
sains sebagai produk. Pembelajaran biologi dengan metode ini memang mudah dipraktekkan
karena pengajaran biologi disesuaikan dengan isi buku teks yang sudah tersusun
terstruktur. Namun, pembelajaran biologi yang demikian akan menjauhkan siswa
dari prinsip belajar biologi itu sendiri, yaitu biologi sebagai proses, metode,
dan nilai-nilai. Tidak ada hal lain yang didapat siswa selain kosep-konsep yang
telah ditemukan oleh orang lain, sehingga siswa hanya dijadikan sebagai
konsumen ilmu pengetahuan.
Pola pembelajaran biologi
harus diubah dari pola pembelajaran biologi sebagai produk beralih pada
pembelajaran biologi sebagai proses. Dengan pembelajaran biologi sebagai
proses, siswa diharapkan terlibat secara individu atau kelompok untuk melakukan
rencana mereka sendiri dan menggunakan keterampilan mereka untuk memecahkan
masalah. Di sisi lain, pembelajaran sains sebagai proses menuntut guru untuk
lebih kreatif mengorganisir kegiatan pembelajaran yang kontekstual.
Jika pembelajaran sains
biologi berkaitan dengan cara siswa mendapatkan pengetahuan dan
merekontruksikannya, maka pendidikan sains biologi berkaitan dengan nilai-nilai
apa yang pantas ditransformasikan kepada siswa. Pendidikan sains biologi yang
diajarkan seharusnya dikembangkan melalui proses, bukan melalui produk. Melalui
proses inilah akan dihasilkan siswa-siswa yang terdidik, memiliki jati diri,
berkepribadian, tanggap terhadap persoalan disekitarnya, dan memiliki sifat
pembelajar sepanjang hayat. Nilai-nilai inilah yang diharapkan menjadi bekal
bagi siswa untuk melanjutkan kehidupannya kelak. Sistem among yang dicetuskan
oleh Ki Hajar Dewantara merupakan sistem pendidikan yang bersifat operasional
untuk diterapkan di sekolah-sekolah. Among mengandung makna menjaga, membina,
dan mendidik anak dengan kasih sayang. Sistem among tidak berorientasi pada
intelektualitas, melainkan membangun manusia seutuhnya. Sistem among menganut
prinsip-prinsip kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan, dan
kemanusiaan.
Prinsip kodrat alam
mengandung arti setiap anak terlahir dengan fitrahnya masing-masing dan atas
dasar kodrat alamnya setiap anak menggunakannya untuk keperluan dirinya
sendiri. Prinsip kemerdekaan bermakna setiap anak tumbuh, berkembang, dan
membangun pola pikirnya atas kehendak dirinya sendiri. Prinsip kebudayaan
bermakna setiap anak tumbuh, berkembang, dan beradaptasi dengan lingkungan
budaya tempat mereka hidup. Prinsip kebangsaan merupakan dasar pembentukan
sikap solidaritas dalam persamaan sejarah kehidupan bermasyarakat. Prinsip
kemnausiaan pada dasarnya menyangkut penghargaan terhadap orang lain.
Sistem among yang
dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara sesuai untuk mengembangkan pembelajaran dan
pendidikan biologi yang berpusat pada proses sains. Dengan sistem among, siswa
diberi kesempatan untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi pengetahuan, serta
menangkap makna atau nilai dari pembelajaran yang dialami secara merdeka tanpa
paksaan dan ancaman.
D.
Tugas Guru dalam Pembelajaran dan Pendidikan Biologi
Berprinsip Among dalam Long Life Learning
Meskipun pembelajaran
Biologi sangat bergantung pada kurikulum, namun apapun kurikulum yang
digunakan, pada dasarnya guru Biologi mempunyai tiga tugas pokok, yaitu tugas
profesional, tugas manusiawi dan tugas kemasyarakatan. Tugas-tugas profesional
dari guru adalah meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai lain yang belum diketahui anak namun harus diketahui oleh anak. Untuk
dapat menjalankan tugas profesional ini, guru harus memahami tema-tema mutakhir
yang sedang berkembang dalam struktur keilmuan Biologi. Hal ini dimaksudkan
agar apa yang diangkat guru dalam pembelajaran biologi bersifat terkini dan
nantinya relevan dengan kebutuhan siswa di zaman yang semakin maju ini. Dalam
proses transmisi ilmu ini guru jangan sampai merasa paling tahu dan paling
benar karena dalam belajar dengan prinsip konstruktivisme, guru menerapkan prinsip
among. Guru diharapkan mampu mengembangkan pembelajaran yang real dan menyederhanakan hal rumit agar
lebih mudah dikonstruk siswa. Pengemasan pembelajaran Biologi ini hendaknya
mengangkat fenomena yang dekat dengan kehidupan siswa dengan mempertimbangkan
sumber daya yang dimiliki untuk melakukan pembelajaran Biologi yang optimum.
Tugas kedua guru adalah
tugas manusiawi yang merupakan transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan
pengertian tentang diri sendiri. Untuk dapat menjalankan tugas ini di dalam
pembelajaran biologi, guru perlu mengenali siapa subjek didik yang dihadapi,
keragaman karakteristik dan kecenderungan pengembangan yang sesuai dengan modal
dasar yang dimiliki peserta didik. Dengan memahami hal-hal tersebut, guru dapat
merancang pembelajaran, termasuk memilih metode pembelajaran yang tepat untuk
mengkonstruksi makna agar anak didik dapat memahami tentang dirinya sendiri apa
dan bagaimana di kemudian hari.
Tugas pertama dan kedua
harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru melalui pendidikan
seharusnya mampu membentuk anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau
penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam
proses transformasi kebudayaan ke arah peradabanan yang lebih baik demi
perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat tempat dia hidup.
Tugas guru yang ketiga adalah tugas kemasyarakatan yang merupakan konsekuensi
guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melakasankan segala
hal yang telah digariskan oleh bangsa dan negara.
Selain mengajar, guru
juga memiliki satu kewajiban lain yang sering diabaikan. Kewajiban tersebut
adalah menjalankan riset atau penelitian. Penelitian yang dimaksud bukan
seperti halnya yang dilakukan oleh para ilmuan dengan tuntutan harus melahirkan
sebuah teori baru. Akan tetapi, peran riset yang dimaksud adalah lebih
menekankan pada penentuan langkah yang harus dilakukan dalam proses
pembelajaran, serta menetapkan kebijakan-kebijakan yang harus ditempuh yang
sesuai dengan situasi dan kondisi suatu lingkungan pendidikan.
Tugas guru dalam
menjalankan riset sudah pernah dilaksanakan oleh Ki Hajar Dewantara. Dimana
pada waktu tersebut Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa pendidikan di
Indonesia tidak cocok menggunakan dasar ”regering, tucht en orde” tetapi ”orde en vrede” (tertib dan
damai, tata-tentrem). Hasil pemikiran tersebut harus berdasarkan pemikiran yang
dalam dan juga harus mengetahui dengan benar bagaimana budaya asli Indonesia.
Sehingga beliau dapat mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia lebih cocok
menggunakan sistem tertib dan damai (tata-tentram).
Pendidik
wajib menjaga atas kelangsungan kehidupan batin sang anak, dan haruslah anak
dijauhkan dari paksaan. Namun, pendidik juga tidak akan ”nguja” (membiarkan)
anak didik apabila melakukan perbuatan menyimpang dan salah. Pendidik mempunyai
kewajiban mengamati, agar anak dapat bertumbuh menurut kodrat. ”Tucht”
(hukuman) dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kesalahan, namun tidak
meninggalkan fungsinya sebagai suatu cara mendidik. Peraturan yang dibuat
denagn memperhatikan dinamika perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan aturan
yang dianggap baik pada kelompok, wilayah, waktu dan kondisi tertentu belum
tentu benar pada situasi yang lain. ”Orde” (ketertiban) yang dimaksudkan
dalam pendidikan barat yang menekankanpada paksaan dan hukuman kurang tepat
diterapkan pada siswa di Indonesia. Oleh sebab itu, dasar pendidikan yang
berasal dari akar budaya bangsa sendiri-lah, dengan sedikit modifikasi yang paling
tepat diaplikasikan pada pendidikan Indonesia.
Tugas guru
terkait dengan sistem among berprinsip pada tiga hal yaitu, ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani. Dimana ketiganya berperan dalam pendidikan
sepanjang hayat bagi siswa. Ing ngarsa
rung tuladha berarti seorang guru harus bisa menjadi contoh teladan bagi
siswanya dilihat dari sifat, sikap, dan karkaternya sebagai seorang guru.
Dengan melihat sifat, sikap, dan karakter yang mulia dari seorang guru, siswa
dapat mencontoh menerapkannya dalam kehidupannya kelak. Ing madya mangun karsa, bermakna seorang guru diharapkan mampu
mengembangkan potensi siswa yang meliputi daya cipta, rasa, dan karsa sehingga
dihasilkan manusia yang mandiri, berintegritas, serta membantu siswa untuk
mengambil nilai/ makna yang terkandung dalam pembelajaran. Tut wuri handayani, bermakna seorang guru mampu mendorong dan
menciptakan pembelajaran yang mandiri dan pendidikan yang bermakna bagi siswa.
Dengan memposisikan sebagai fasilitator, guru dapat melakukan pengamatan
terhadap karakter siswa, mengidentifikasi kekurangan dan kendala yang ditemui saat pembelajaran, serta
melakukan penilaian pada proses pembelajaran siswa.
E.
Assesment dalam
Pembelajaran Biologi
Dalam
pembelajaran biologi tetap harus memperhatikan ciri-cri biologi sebagai ilmu,
salah satunya adalah science as inquiry. Dimana
dalam pengertian ini Biologi merupakan suatu penemuan, bukan konsep-konsep atau
teori-teori yang dihafalkan. Pada proses pembelajaran biologi, memungkinkan
untuk pemaknaan suatu konsep yang nanti akan merubah sikap, tindakan dan
pengetahuan peserta didik dalam menjalani kehidupan. Melalui bimbingan guru
yang tetap menjamin kemerdekaan siswa, guru melaksanakan sistem among.
Bukan
menjadi rahasia lagi bahwa realita pendidikan dan pembelajran Biologi saat ini
lebih condong terhadap nilai Ujian Akhir Nasional (UAN). Guru mengajarkan
bagaimana cara lulus UAN dengan pemberian berbagai macam teori dan konsep yang
harus dihafalkan. Meski nilai UAN tidak lagi menentukan kelulusan, akan tetapi
nilai UAN sangat penting untuk memilih perguruan tinggi bagi siswa yang hendak
melanjutkan pendidikanya. Test dalam berbagai bentuk sulit dan kurang otentik
dalam mengungkap kemampuan siswa pada situasi nyata/sebenarnya. Dengan
demikian, assessment pada proses
pembelajaran Biologi tidak bisa hanya dilakukan dengan cara tes. Sistem
pembelajaran tersebut tidak menjamin kemerdekaan siswa dalam mengkonstruk suatu
konsep dengan sendiri, akan tetapi guru lebih memaksakan konstruk yang
diperolehnya untuk dihafalkan oleh siswanya.
Dalam
pembelajran biologi, guru harus mampu membantu siswa dalam mengkosntruk
berbagai konsep dari fenomena yang terjadi di sekitar dengan menggunakan
biologi sebagai objek yang dapat dikaji dalam berbagai sudut pandang. Konstruk
yang didapat dari proses pembelajaran bologi tersebut nantinya dapat digunakan
oleh siswa dalam menjalani kehidupan di Bumi ini sebagai manusia yang sesuai
dengan kodratnya. Apabila dalam assessment
pembelajran biologi hanya menekankan pada nilai akhir saja, maka yang akan
melekat pada diri seorang siswa adalah bagaimana cara mendapatkan nilai yang
bagus dengan mengesampingkan kelayakan cara yang digunakan dalam memperoleh
nilai tersebut. Konstruk yang terbentuk ini akan melekat pada diri siswa dan
bukan tidak mungkin jika akan diaplikasikan pada berbagai kondisi lain dalam
kehidupanya.
Hasil
konstruksi siswa tidak akan memungkinkan jika hanya diukur dengan hasil tes
saja. Hal inilah yang kemudian menjadikan arti dari sebuah pembelajaran biologi
menjadi semakin sempit. Apapun kurikulum yang digunakan, guru dapat dengan
mudah menilai hasil dari proses pembelajaran biologi dengan melihat karakter
yang terbentuk dari siswa. Karena tujuan belajar adalah ingin merubah keterampilan, intelektual, emosional, spiritual dan
sosial menjadi lebih baik maka karakter dapat dijadikan salah satu indikator
penilaian dari hasil pembelajaran biologi.
Cara
mendidik Ki Hajar Dewantara yang dapat dijadikan salah satu assessment dalam
pembelajaran biologi dan merupakan bagian dari long life learning adalah “peralatan pendidikan”. Dimana di
dalamnya terdapat beberapa cara, yaitu memberi contoh, pembiasaan, pengajaran,
laku, dan pengalaman lahir batin. Pemberian contoh yang disertai dengan
pembiasaan merupakan salah satu cara mengajar yang sangat efektif. Begitu juga
dengan pengajaran yang disertai dengan tindakan (laku) akan mempermudah siswa
dalam mengkonstruki nilai-nilai positif. Penyempurnaanya dapat berupa adanya
paduan pengalaman lahir dan batin, dimana pegalaman ini dapat diperoleh dari
proses belajar seumur hidup. Agar pengalaman yang dapat diajarkan semakin
banyak dan variatif sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman, maka guru perlu
belajar seumur hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2016). Konstruktivisme dalam Pembelajaran. diakses dari www.unhas.ac.id/Assesment%20Pembelajaran/KONSTRUKTIVISMEDALAMPEMBELAJARAN. pada 28 Maret 2016
Djohar. (2006). Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong
Masa Depan. Yogyakarta: Grafika Indah.
Nini Subini.
(2012). Awas, Jangan Jadi Guru Karbitan: Kesalahan-kesalahan
Guru dalam Pendidikan dan Pembelajaran. Jakarta: Javalitera.
Siti Fatonah & Zuhdan K. Prasetyo. 2014. Pembelajaran Sains. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Veronika Miguna. (2016).
Academic Paper: Konsep Pendidikan yang
Diajarkan Oleh Ki Hadjar Dewantara “Sistem Among.diakses dari e-refleksi.yogya-edu.org.pada 28 Maret 2016.