Oleh
:
Rina
Vitdiawati
Permasalahan
yang berhubungan dengan lingkungan seperti tidak ada habisnya untuk dikaji.
Selain karena lingkungan terus menerus mengalami perubahan, lingkungan
merupakan tempat di mana manusia dan makhluk lain berada. Sehingga dalam
kenyataanya masalah lingkungan perlu mendapat perhatian khusus agar kehidupan
manusia dapat terus berlangsung dan seimbang.
Ada
banyak konsep-konsep yang berkaitan dengan lingkungan, diantaranya adalah
pengelolaan lingkungan, konservasi lingkungan, pembangunan berkelanjutan, konservasi
sumber daya alam (SDA), eko-efisiensi dan masih banyak lagi yang lain. Jika
dibaca sekilas, konsep-konsep tersebut hampir tidak memiliki perbedaan yang
signifikan, namun pada kenyataanya masing-masing istilah memiliki titik berat
yang berbeda. Guna mengetahui pengertian-pengertian dan sekaligus keterkaitan
antara konsep-konsep tersebut, maka perlu dilakukan kajian secara teoritik
berkaitan dengan konsep-konsep dan sekaligus hubungannya.
Di
dalam essay ini akan dipaparkan pengertian-pengertian dalam setiap konsep yang
sering digunakan dalam pembahasan masalah lingkungan. Selain itu, juga akan
dipaparkan perbedaan dan kesinambungan antar konsep hingga dapat ditarik sebuah
kesimpulan yang akan disertai dengan contoh kasus. Harapan yang ingin dicapai
oleh penulis dari essay ini adalah pembaca dapat mengetahui kedudukan
masing-masing konsep dalam permasalahan lingkungan, sehingga dapat ditarik
sebuah kesimpulan yang mudah dipahami.
A. PENGERTIAN
KONSEP
1. Pengelolaan
Lingkungan
Pengelolaan lingkungan merupakan upaya yang
dilakukan secara bertahap karena tindakan dalam pengelolaan diawali dengan: penyusunan
rencana, disusul dengan tahap pelaksanaan yang berupa pemanfaatan,
pengendalian, dan pengembangan lingkungan untuk menjaga kelestarian kualitas
lingkungan (Prof. Dr. H, Imam Supardi, dr. Sp.Mk). Menurut UU RI NO 32 TH 2009
tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Dari dua pengertian pengelolaan lingkungan hidup
tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa pengelolaan lingkungan adalah sebuah
tindakan upaya pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan secara sistematis
guna mencegah kerusakan lingkungan, upaya tersebut dimulai dari perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum baik
sosial maupun nonsosial.
Pengelolaan lingkungan menggunakan tujuh
instrumen/pendekatan dalam pelaksanaanya, yaitu ekologi, teknologi, ekonomi,
agama, sosial budaya (local wisdom),
pendidikan dan peraturan (AMDAL dan ecolabelling).
Sebagai kaum akademisi, kita dapat melakuka pendekatan dengan pendidikan, baik
formal maupun nonformal. Kita dapat mengajarkan kepada anak didik bagaimana
cara menjaga lingkungan dengan cara yang sederhana, dimulai dari diri sendiri
dan secepat yang bisa dilakukan.
2.
Konservasi Lingkungan
Konservasi merupakan
pengaturan pemanfaatan biosfer oleh manusia sehingga diperoleh hasil yang berkelanjutan bagi generasi sekarang
dengan menjaga potensi untuk kebutuhan generasi mendatang. Atau secara lebih
luas dapat diartika bahwa konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan,
tetapi tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh pada saat itu dengan
tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan
masa depan (Ajie Rocan, 2014). Sejalan dengan pengertian
konservasi lingkungan yang dikemukakan oleh Ajie Rocan, menurut Raymond F.
Dasman (2003) dalam Tien Aminatun (2015), Konservasi lingkungan adalah pemanfaatan yang rasional atas lingkungan hidup untuk
mencapai kualitas kehidupan yang terbaik bagi umat manusia.
Kedua pengertian tersebut menitikberatkan pada
kemanfaatan lingkungan sebagai tempat tinggal manusia. Mengingat lingkungan
hidup memiliki sifat terbatas, mengalami perubahan, tak terduga, dapat memicu
timbulnya masalah, dan kompleks, maka yang dapat dikonservasi adalah fungsi
lingkungan hidup. Tugas utama manusia adalah bagaimana tetap menjaga fungsi
lingkungan dengan ketidakpastian, keterbatasan dan berbagai masalah yang
ditimbulkanya. Dengan demikian, konservasi lingkungan adalah upaya untuk
mengatur fungsi lingkungan hidup agar kebermanfaatnya dapat terus terjaga
hingga dimasa yang akan datang guna mencapai kualitas hidup yang terbaik.
Menurut Riyanto dan Simedi (2004), Konservasi adalah
upaya pengelolaan Sumber Daya Alam secara bijaksana dengan berpedoman kepada
azas pelestarian. Pengertian konservasi yang dikemukaan oleh Riyanto lebih
mengedepankan aspek Sumber Daya Alam untuk dikonservasi. Sumber Daya Alam yang
dimaksud dapat berupa tempat tinggal, udara, energi dan lain sebagainya yang
berada di lingkungan hidup dan dimanfaatkan oleh manusia. Mengingat keberadaan
SDA berada di dalam lingkungan, sehingga dengan mengkonservasi lingkungan,
secara tidak langsung manusia juga akan mengkonservasi SDA.
3. Pembangunan
Berkelanjutan
Menurut
Komisi Bruntland dalam Bruce Mitchell, dkk. (2000), pembangunan berkelanjutan
merupakan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka di
masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan memiliki dua konsep kunci yang
harus dilaksanakan, yaitu:
a. Kebutuhan,
yang dimaksud subyek yang membutuhkan adalah fakir miskin di negara berkembang.
b. Keterbatasan,
membatasi teknologi dan organisasi sosial yang berkaitan dengan kapasitas lingkungan
untuk mencukupi kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Bruntland
mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan berpusat pada manusia, oleh karena
itu semua aspek yang akan diatur dalam pembangunan berkelanjutan hakikatnya
adalah mengatur manusia dalam membangun, memanfaatkan dan mengkonservasi
lingkungan hidupnya. Devi N. Choesin, dkk. (2004) juga mengemukakan pengertian
pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan Bruntland, yaitu sebuah proses
pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhanya.
Berdasarkan pengertian-pengertian pembangunan
berkelanjutan tersebut, maka dapat dipahami bahwa tujuan dari pembangunan
berkelanjutan adalah sebuah tindakan pemanfaatan segala sesuatu yang ada di
lingkungan (alam) dengan tidak mengesampingkan kebutuhan generasi yang akan
datang. Dengan kata lain, tujuan pembangunan berkelanjutan agar generasi yang
akan datang tetap mendapat segala sesuatu yang kita dapat saat ini. Pembangunan
berkelanjutan menjadi sebuah tujuan utama dari pengelolaan lingkungan.
Melakukan penghematan dan pemaksimalan penggunaan Sumber Daya Alam yang ada di
lingkungan agar anak cucu kita masih dapat memanfaatkan segala sesuatu yang ada
di alam. Prinsip eko-efisiensi mutlak digunakan untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan.
4. Eko-efisiensi
Menurut Diana Puspita Sari (2012), eko-efisiensi
merupakan strategi yang menggabungkan konsep efisiensi ekonomi dan konsep
efisiensi ekologi berdasarkan prinsip efisiensi penggunaan Sumber Daya Alam.
Eko-efisiensi menurut Kamus Lingkungan Hidup dan Kementerian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia didefinisikan sebagai suatu konsep efisiensi yang memasukkan aspek
sumber daya alam dan energi atau suatu proses produksi yang meminimalkan
penggunaan bahan baku dari alam (misalnya air dan energi) serta meminimalkan dampak
lingkungan akibat proses produksi.
Eko-efisiensi dapat diartikan sebagai suatu strategi
yang menghasilkan suatu produk dengan kinerja yang lebih baik, dengan menggunakan
sedikit energi dan sumber daya alam yang diambil. Eko-efisiensi merupkan
kombinasi efisiensi ekonomi dan efisiensi ekologi, dan pada dasarnya “doing more with less”, artinya
memproduksi lebih banyak barang dan jasa dengan lebih sedikit energi dan sumber
daya alam (Environment Australia, 1999). Sehingga dapat disimpulkan bahwa eko-efisiensi
adalah konsep gabungan antara konsep efisiensi ekonomi dan efisiensi ekologi,
dimana penggunaan Sumber Daya Alam seminimal mungkin untuk hasil yang maksimal
dan ekologi tetap terjaga keseimbanganya.
Tujuan eko-efisiensi adalah untuk mengurangi dampak
lingkungan akibat adanya proses produksi maupun konsumsi. Ada
tujuh faktor kunci dalam eko-efi siensi menurut World Business Council for Sustaitable Development (WBCSD) dalam
Diana Puspita Sari (2004), yaitu: mengurangi jumlah penggunaan bahan,
mengurangi jumlah penggunaan energi, mengurangi pencemaran, memperbesar daur
ulang bahan, memaksimalkan penggunaan sumber daya alam (SDA) yang dapat diperbarui,
memperpanjang umur pakai produk dan meningkatkan intensitas pelayanan.
Sedangkan menurut Zaenuri, dkk. (2011), ekoefisiensi menjamin keberlanjutan
ketersediaan sumber daya alam (materi dan energi).
Baik dalam dunia industri maupun dalam berbagai
aspek, perwujudan prinsip atau konsep eko-efisiensi dapat diterapkan dengan
melaksanakan 4R, yaitu Reduction/ Reduce, Reuse, Recycling, dan Recovery. Reduce adalah mengurangi SDA yang diambil dari lingkungan guna
meminimalisir limbah dan juga dalam rangka menghemat SDA agar generasi masa
depan masih bisa memanfaatkanya. Reuse
berarti menggunakan kembali segala sesuatu yang berasal dari SDA yang sudah
tidak digunakan, misalnya menggunakan kertas bekas untuk mengeprint materi yang
digunakan untuk belajar pribadi. Recycling
adalah upaya untuk mendaur ulang sampah, misalnya membuat kerajinan dari sampah
plastik. Recovery adalah perbaikan
segala sesuatu agar lebih efisien, misalnya memperbaiki proses maupun produk
jadi menjadi lebih berniali guna dan awet sehingga tidak mengambil SDA dalam
jangka waktu yang relatif singkat.
5. Konservasi
Sumber Daya Alam (SDA)
Menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, Konservasi sumber daya alam hayati adalah
pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara
bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Menurut Devi N. Choesin, dkk. (2004), Sumber Daya
Alam dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Sumber
daya terbaharui (tidak habis): misalnya, sumberdaya matahari, angin dan
gelombang laut.
b. Sumber
daya tidak terbaharui: misalnya, bahan bakar fosil, mineral, logam dan
nonlogam.
c. Sumber
daya yang berpontensi untuk diperbaharui: misalnya, udara segar, air bersih,
tumbuhan dan hewan (keanekaragaman hayati).
SDA merupakan bagian
dari lingkungan hidup dan lingkungan merupakan bagian dari ekosistem. Dengan
mengefisiensikan ekologi, maka secara tidak langsung akan mengefisiensikan lingkungan
dan SDA.
B. PERBANDINGAN
DAN HUBUNGAN ANTAR KONSEP
Setelah
mengetahui berbagai pengertian konsep-konsep yang digunakan dalam ilmu
lingkungan, dari pengertian-pengertian tersebut kita bisa menarik sebuah pola
atau bagan yang menghubungkan antar konsep. Konsep-konsep tersebut sebenarnya
bukanlah konsep yang berjalan secara terpisah, melainkan saling berhubungan
satu sama lain dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam dinamika
lingkungan.
Berdasarkan
pengertian-pengertian tersebut, dapat digambarkan bahwa pengelolaan lingkungan
memiliki tujuan untuk konservasi atau pelestarian. Konservasi tersebut meliputi
konservasi lingkungan dan konservasi Sumber Daya Alam (SDA). Dalam
pelaksanaanya untuk mencapai tujuan, pengelolaan lingkungan menggunakan prinsip
atau konsep eko-efisiensi. Dimana salah satu contoh pelaksanaan ekoefisiensi
adalah dengan 4R (Reduce, Reuse,
Recycling, dan Recovery). Pengelolaan
Lingkungan tersebut memiliki sebuah target pencapaian dalam jangka panjang yang
disebut dengan pembangunan berkelanjutan. Dimana dalam pembangunan
berkelanjutan bertumpu pada dua asas, yakni asas pemenuhan kebutuhan masa kini
dan kebutuhan generasi yang akan datang atau anak cucu kita (Komisi Bruntland
dalam Bruce Mitchell, dkk., 2000).
Jika
masa kini kita mampu mengelola atau memanfaatkan SDA dengan bijak dan sehemat
mungkin, generasi yang akan datang diharapkan masih bisa menikmati kemakmuran
dengan memanfaatkan SDA yang ada. Namun jika SDA tidak dikonservasi namun
digunakan secara eksploitasi, bukan tidak mungkin generasi mendatang tidak
dapat memanfaatkan SDA. Bagan atau siklus ini terus berulang agar dari generasi
kegenerasi dapat terus memanfaatkan SDA yang ada guna menjamin kemakmuran hidup
manusia dan komponen hidup lainya di sebuah lingkungan tempat tinggalnya. Bagan
tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini:
C. POSISI
EKO-EFISIENSI
Berdasarkan
bagan konsep diatas, eko-efisiensi memiliki peran yang sangat penting bagi pegelolaan
lingkungan. Dalam mencapai tujuan dan target pengelolaan lingkungan yang
meliputi konservasi dan pembangunan berkelanjutan, diperlukan prinsip
eko-efisiensi dalam pelaksanaanya. Dengan kata lain, eko-efisiensi memiliki
peran utama dalam keterlaksaan tujuan dan target pengelolaan lingkungan.
Eko-efisiensi
berperan dalam berbagai proses konservasi lingkungan maupun SDA. Efisien
ekonomi dapat diperoleh ketika manusia menggunakan Sumber Daya Alam untuk
sebuah proses produksi maupun konsumsi. Sedangkan efisien ekologi dapat
diperoleh saat manusia dapat menggunakan ketersediaan lingkungan dengan bijak.
Selain itu, efisien ekologi juga dapat diperoleh dari pengolahan limbah hasil
produksi penggunaan SDA. Semakin sedikit limbah yang dihasilkan melalui proses
4R, maka akan semakin seimbang pula lingkungan hidup. Oleh karena itu,
efisiensi ekonomi dan efisiensi ekologi menjadi sebuah kesatuan yang tak
terpisahkan dalam pengelolaan lingkungan.
Pada
hakikatnya, dalam sebuah proses akan selalu menghasilkan limbah. Hal ini
seperti sebagaimana dijelaskan pada Hukum Kekekalan Massa dan Hukum
Termodinamika II. Hukum Kekekalan Massa menyatakan bahwa jumlah hasil produksi
yang dipakai lebih kecil daripada jumlah hasil produksi yang dihasilkan dari
suatu proses dan sisanya dibuang sebagai limbah. Sedangkan menurut Hukum
Termodinamika II, tidak semua energi dapat digunakan 100%, ada energi yang
tidak dapat digunakan yang disebut degan entropi (Kristanto, 2004). Peluang
penggunaan eko-efisiensi dapat dilakukan dengan meminimalisir entropi tersebut.
Entropi biasanya disebut dengan limbah jika dalam dunia industri. Pemanfaatan
limbah sebanyak mungkin akan mengurangi intensitas pengambilan SDA dari alam
langsung.
Sudah
menjadi hal yang perlu disadari bahwasanya dalam setiap pemanfaatan SDA tidak
hanya menitikberatkan pada profit ekonomi semata, namun keberlangsungan dan
ketersediaan SDA di lingkungan juga perlu dipertimbangkan. Jika manusia masih
tetap mengedepankan profit dari segi ekonomi, sudah barang tentu ketersediaan SDA
terancam. Prinsip eko-efisiensi menjadi jalan keluar dari permasalahan
tersebut, dimana prinsip ini tetap menghendaki keuntungan ekonomi yang maksimal
tanpa mengesampingkan ketersediaan SDA di lingkungan.
Prinsip
tersebut sebenarnya kembali kepada manusia itu sendiri. Jika ketersediaan SDA
dijaga, keuntungan tersebut akan dinikmati oleh manusia dan jika SDA di
lingkungan rusak, maka secara tidak langsung manusia akan dirugikan. Meskipun
yang menjadi obyek pengelolaan adalah lingkungan, sebenarnya yang diatur adalah
perilaku manusia dan keuntunganya juga untuk manusia. Kesadaran ini menjadi hal
yang penting untuk dimiliki oleh setiap manusia, dimana masa sekarang tingkat
pendidikan yang tinggi tidak sejalan dengan tingginya kesadaran lingkungan.
D. CONTOH
IMPLIKASI
Contoh
pengelolaan lingkungan tidak hanya bisa kita jumpai pada pabrik, industri
menengah, perusahaan, perhotelan maupun pertambangan. Pengelolaan lingkungan
dapat kita temui pada semua hal dan semua aspek lingkungan, misalnya lahan
pertanian. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, pertanian adalah kegiatan mengelola Sumber
Daya Alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen
untuk menghasilkan Komoditas Pertanian yang mencakup tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
Secara
tidak langsung, dalam mengelolan lahan pertanianya, petani sebenarnya sudah
melakukan pengelolaan lingkungan dengan sistematis yang dimulai dari
perencanaan hingga pengawasan. Karena pada umumnya petani memanfaatkan lahan
milikinya sendiri dan hampir tidak menyisakan limbah yang berbahaya, maka tidak
ada pengaturan khusus tentang AMDAL, Dokumen Lingkungan Hidup (KLH), dan proses
pengelolaan limbah seperti yang ada pada pabrik, perusahaan, perhotelan maupun
industri. Pada bidang pertanian juga tidak ada pengelolaan lingkungan dalam
upaya penegakan hukum. Hukum lebih bersifat dinamis, baik pengawas maupun
penanggung kerugian adalah petani itu sendiri.
Tanah
merupakan salah satu unsur yang vital pada pengelolaan lingkungan di pertanian.
Tanah adalah bagian lapisan bumi paling atas yang terbentuk dari proses
pelapukan bebatuan dan bahan organik secara alamiah. Mengingat tanah dibentuk
oleh bahan-banan sisa makhluk hidup yang telah mati, misalnya daun, ranting,
kotoran, pohon, dan hewan, yang terurai oleh detritus, maka tanah termasuk
Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui/renewable
resources (Lia Apriliani, 2012). Tanah tersebut kemudian dijadikan lahan
pertanian.
Konservasi
lingkungan maupun SDA pada bidang pertanian dapat tercermin dari pemanfaatan
tanah sebagai sumber daya alam. Petani menggunakan sistem pertanian bergilir
dan sistem tumpang sari (lebih dari satu tanaman dalam satu lahan). Hal ini
bertujuan agar ketersediaan unsur hara tertentu dalam tanah tidak cepat habis
dan menyebabkan tanah menjadi tidak produktif lagi. Selain itu, petani juga
membiarkan lahan pertanian kosong selama beberapa saat agar terjadi penguraian
sisa-sisa pertanian yang ada di dalam tanah secara alami. Proses ini penting
untuk penyegaran dan penyuburan tanah.
Dalam
pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk konservasi lingkungan dan SDA,
prisnsip efisiensi ekologi diterapkan oleh petani dalam bentuk pemanfaatan satu
kawasan pertanian dengan menanam berbagai jenis tanaman dalam satu lahan
(tumpang sari), misalnya kedelai, jagung, dan ketela. Penanaman berbagai
tanaman ini bertujuan untuk membagi unsur hara, dengan asumsi bahwa kebutuhan
unsur hara pokok masing-masing jenis tanaman berbeda, maka unsur hara jenis
tertentu di dalam tanah tidak terekspoitasi secara berlebihan.
Prinsip
eko-efisiensi diterapkan dalam pengelolaan lahan pertanian dengan cara tidak
menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida) secara berlebihan demi mengejar
keuntungan ekonomi semata. Pengelolaan lahan pertanian dengan pupuk, fungisida,
dan pestisida secara berlebihan dapat mengganggu proses alami yang terjadi di
dalam tanah dan juga membunuh organisme-organisme yang berperan penting dalam
penyuburan tanah, misalnya jamur, cacing, dan bakteri (Mulyanto, 2006:17).
Penggunaan zat kimia secara bijak dan tidak berlebihan akan menjaga kesuburan
tanah dalam jangka waktu yang lama. Jika pemanfaatan sumber daya alam yang
berupa tanah dapat digunakan dan dikelola secara eko-efisiensi, maka
ketersediaan unsur hara di dalam tanah akan terus terjaga keberadaanya.
Sehingga generasi penerus bisa tetap menikmatinya.
Prinsip
eko-efisiensi juga dapat dilakukan dengan menerapkan 4R, yaitu memanfaatkan
limbah hasil pertanian yang berupa batang dan daun tanaman. Limbah tersebut
dapat digunakan sebagai pupuk hayati yang dibiarkan membusuk secara alami (reduce) di lahan pertanian. Pada saat
penyegaran dan penyuburan, lahan pertanian yang sengaja diistirahatkan dapat
digunakan sebagai tempat menjemur hasil panen (reuse). Limbah pertanian yang berupa daun dan batang dapat
digunakan sebagai salah satu pakan ternak baik secara langsung maupun diolah
terlebih dahulu melalui proses fermentasi (recycling).
Lahan pertanian yang sering terguyur hujan akan menyebabkan tanah menjadi padat
dan mengurangi kadar oksigen di dalam tanah, maka perlu dilakukan perbaikan
tanah dengan cara menggemburkan tanah (recovery).
Pengelolaan
lingkungan pertanian melalui konservasi lingkungan dan SDA dengan penerapan
eko-efisiensi akan menjaga keberlangsunganya hingga generasi yang akan datang. Meskipun
tanah merupakan SDA yang dapat diperbaharui, dalam pengelolaanya tetap harus
memperhatikan aspek konservasi lingkungan dan SDA agar kualitas hasil tidak
mengalami penurunan.
E. KESIMPULAN
Pengelolaan
lingkungan apapun dan dimanapun bertujuan untuk mengkonservasi lingkungan dan
Sumber Daya Alam. Kegiatan pengelolaan lingkungan memiliki sebuah out put berupa pembangunan
berkelanjutan, dimana out put ini
memperhatikan kebermanfaatan lingkungan masa kini dan generasi mendatang. Semua
proses tersebut dapat terlaksana dengan baik jika menggunakan prinsip
eko-efisiensi dalam pelaksanaanya. Baik produsen maupun konsumen yang
memanfaatkan sumberdaya harus memiliki kesadaran lingkungan tentang bagaiman
pentingnya pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan, memiliki kesadaran hukum
dan memiliki komitmen untuk melindungi lingkungan guna mengatasi
masalah-masalah pengelolaan lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bruce,
Mitchell, dkk. (2000). Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Devi,
N. Choesin, dkk. (2004). Catatan Kuliah
Pengetahuan Lingkungan. Penerbit ITB. Bandung.
Diana
Puspita Sari, dkk. (Desember 2012). Pengukuran Tingkat Eko-efisiensi
Menggunakan Life Cycle Assessment Untuk Menciptakan Suistainable Production di
Industri Kecil Menengah Batik. Jurnal
Teknik Industri, 14, 137-144.
Environment
Australia. (1999). Profiting from
Enveronmental Inprovement in Bussiness: an ecoeffiency information tool kit for
Australian industry. Canberra.
http://www.artikellingkunganhidup.com/pengelolaan-lingkungan-hidup-itu-wajib.html. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 12:05 WIB.
http://www.menlh.go.id/asas-perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-hidup/. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 12:07 WIB.
http://www.pengertianku.net/2015/08/pengertian-konservasi-dan-tujuannya-serta-manfaatnya.html. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 12:09 WIB.
http://birocan.dephut.go.id/ikk/webrocan/index.php/informasi/berita/42-pengertian-konservasi. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 12:09 WIB.
http://ghozaliq.com/2015/07/16/pemanfaatan-sumber-daya-alam-secara-ekoefisiensi/. Dinduh pada tanggal 05 Desember
2015, pukul 12:015 WIB.
https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://image.slidesharecdn.com/pengantarpengetahuanlingkungan-. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 12:20 WIB.
https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://image.slidesharecdn.com/kearifanlokaldalampemanfaatansumberdayaalam-. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 12:45 WIB.
http://a11-pgsdumc2010.blogspot.co.id/2011/07/ekoefisiensi-dan-pembangunan.html. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 12:51 WIB.
http://alamendah.org/peraturan-hukum/undang-undang/uu-no-5-tahun-1990-tentang-konservasi-sumber-daya-alam-hayati-dan-ekosistem/. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 12:55 WIB.
http://ilmuhutan.com/pengertian-konservasi-sumber-daya-alam-hayati-dan-ekosistem/. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 13:01 WIB.
http://www.slideshare.net/efank/konservasi-sumber-daya-alam. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 14:09 WIB.
http://www.baliprov.go.id/files/subdomain/dishut/file/UU-5-90.pdf. Dinduh pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 14:12 WIB.
http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2013_19.pdf.
Diunduh pada tanggal 08 Desember 2015, pukul 12:30 WIB.
http://www.kecamatanbelik.net/i/index.php/2014-10-04-09-14-25/pertanian/298-lebih-untung-dengan-sistem-pertanian-tumpang-sari.html. Diunduh pada tanggal 09 Desember
2015, pukul 18:46 WIB
http://mediatani.com/cara-tumpangsari-jagung-dengan-kedelai-dalam-sistem-tanam-legowo/. Diunduh pada
tanggal 09 Desember 2015, pukul 18:50 WIB.
Lia,
Apriliani. (2012). Makalah Jenis-Jenis
Sumber Daya Alam dan Mengelompokkan Sumber Daya Alam Berdasarkan Ciri Tertentu.Universitas
Negeri Semarang: Semarang.
Mulyanto.
(2006). Ilmu Lingkungan. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Riyanto,
B dan Samedi, (2004). Dinamika Kebijakan
Konservasi Hayati Di Indonesia. Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan
Lingkungan: Bogor.
Tien,
Aminatun. (2015). PPT Konservasi Sumber
Daya Alam Topik ke-7. Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta.
Zaenuri,
dkk. (Maret 2011). Pengelolaan Lingkungan Industri Berbasis Eko-efisiensi Di
Kawasan Simongan Kota Semarang. Jurnal
Manusia dan Lingkungan, 18, 29-42.