Rina Vitdiawati
BAB
I
PENDAHULUAN
Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah
yang berusaha mengembangkan potensi dalam sektor pariwisata guna meningkatan
pendapatan daerah dan masyarakat yang tinggal di Kabupaten tersebut. Upaya yang
telah dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan manfaat ekonomi pariwisata
ini antara lain adalah bekerjasama dengan masyarakat sekitar dalam mengembangkan jenis obyek wisata,
penataan bangunan, penataan tempat parkir dan juga meningkatkan informasi dan
promosi. Potensi yang mendapat perhatian lebih dalam pengembanganya adalah
Pantai Parangtritis dan disusul dengan pantai-pantai lain di Bantul seperti
Depok, Parangkusumo, Parangwedang dan masih banyak lagi yang lain (Supriyanto,
1999).
Berdasarkan kebijakan tata ruang
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Bantul ditetapkan sebagai
pendukung dan pemerkuat citra Yogyakarta sebagai Daerah Tujuan Wisata. Selain sektor
pariwisata, di daerah pesisir pantai juga banyak pengembangan sektor ekonomi,
yaitu tambak udang di sekitar Gumuk Pasir yang menjadi mata pencaharian untuk
nelayan. Namun sejalan dengan itu, di Kabupaten Bantul, khususnya daerah
pesisir pantai tendapat sebuah kawasan Geoheritage
berupa Gumuk Pasir . Dr. C. Prasetyadi M. Sc. dalam krjogja.com mengatakan
bahwa Geoheritage adalah suatu singkapan batuan yang memiliki
nilai geologi yang penting dan mudah dijangkau. Dikatakan Geoheritage karena bisa mengetahui proses dan sejarah bumi tempat
kita hidup. Dari situs ini juga dapat dijadikan sarana pendidikan formal maupun
non formal.
Gumuk Pasir yang ada di Kabupaten Bantul
ini merupakan salah satu dari dua Gumuk Pasir yang ada di dunia. Adanya
aktivitas manusia dalam berbagai sektor di sekitar Gumuk Pasir akan mengancam
keberadaan warisan dunia yang langka ini. Mengingat Gumuk Pasir adalah sebuah gundukan atau bukit pasir yang
terbentuk secara alami oleh angin, sehingga diperlukan pengelolaan yang tepat
supaya keajaiban alam ini tetap terjaga. Dalam
tulisan ini akan dibahas mengenai kesalahan dan istrument yang telah digunakan
dalam pengelolaan kawasan Gumuk Pasir di Kabupaten Bantul yang menyebabkan
kasus pengelolaan lingkungan serta bagaimana pengelolaan yang ideal untuk
menjaga eksistensi Gumuk Pasir tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
ATAU ANALISIS
A.
Kasus Pengelolaan Lingkungan pada Gumuk Pasir
Berdasarkan berita tersebut, pengelolangan
lingkungan terhadap Gumuk Pasir di
Kabupaten Bantul, Pesisir Pantai sekitaran Parangtritis dan Parangkusumo
termasuk kasus pengelolaan lingkungan di Indonesia dalam kelemahan sistem
perundangan dan hukum lingkungan serta tumpang tindih kebijakan pengelolaan
lingkungan dalam otonomi daerah.
1.
Kelemahan Sistem
Perundangan dan Hukum Lingkungan
Pada sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Bantul
Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul Tahun
2010-2030, disebutkan bahwa Kawasan Parangtritis dan Gumuk Pasir ditetapkan
sebagai Kawasan Strategis Lindung dan Budidaya seperti apa yang telah tercantum
dalam penetapan Kawasan Strategis Provinsi yang termuat dalam Perda 2 Tahun 2010
Tentang RTRW Provinsi DIY 2009 – 2029 (Heru, 2011). Namun pada prakteknya, peraturan
dan ketetapan pemerintah tidak terealisasi seperti apa yang telah tertulis.
Pengelolaan Gumuk Pasir di Parangtritis dan
Parangkusumo belum juga terealisasi dengan baik hingga sekarang. Terhitung
sejak tahun pembuatan peraturan (2010) hingga sekarang pengelolaan masih belum
berada pada titik yang menjanjikan. Padahal peraturan tersebut telah berjalan
selama kurang lebih 5 tahun. Sistem perundangan berjalan sangat lambat dan
belum terarah. Dalam pembuatan peraturan atau sistem perundangan, baik tingkat
nasional maupun tingkat daerah selalu memiliki celah hukum lingkungan yang
dapat menjadikan sistem perundangan bersifat lemah. Pada peraturan tentang RTRW
Kabupaten Bantul, khususnya tentang penetapan Gumuk Pasir sebagai Kawasan Strategis Lindung dan Budidaya
juga memiliki celah yang dapat memperlambat proses pelaksanaan pengelolaan
lingkungan. Hal ini mengakibatkan keberadaan Gumuk Pasir di kawasan pesisir
pantai Bantul terus berkurang meskipun banyak ketetapan perundangan yang
mengatur.
Misalnya pada berita “Gumuk Pasir di Parangkusumo
Terancam Hilang”, Kepala Geopasial Ari Dartoyo mengungkapkan bahwa Undang-Undang
UU No. 27 Tahun 2007 telah menetapkan peraturan Gumuk Pasir sebagai kawasan
khusus, akan tetapi belum ada peraturan turunan (baik Perda maupun Perbup) tentang
peraturan Undang-Undang tersebut (Erfanto, 2014). Sehingga dalam pelaksanaanya
belum jelas dan ketidakjelasan tersebut dapat pula dikategorikan sebagai celah
hukum sebagai bukti bahwa sistem perundangan masih sangat lemah dalam mengelola
Gumuk Pasir .
Kelemahan sistem perundangan dan hukum lingkungan
tentang pengelolaan Gumuk Pasir masih berlanjut hingga tahun ini. Dibuktikan
dengan adanya berita tentang “Gumuk Pasir Tinggal 190 Hektare”, dimana luas
awal area Gumuk Pasir adalah 400
hektare. Pengurangan area Gumuk Pasir dari tahun ketahun membuktikan bahwa
meskipun sudah terdapat Undang-Undang yang mengatur keberadaan Gumuk Pasir
sebagai daerah Lindung, Budidaya dan Khusus, namun dalam pelaksanaanya masih
sangat lemah.
Ketidakjelasan hukum juga sangat jelas tergambar
dari berita “Gumuk Pasir Tinggal 190 Hektare” yang menyebutkan bahwa zona inti
Gumuk Pasir harus steril dari bangunan dan tanaman, namun tidak semua zona
harus disterilkan. Kalimat tersebut menjadi tidak jelas dan dapat dimanfaatkan
oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kemudahan dalam mencari celah
hukum juga dapat diperkuat dengan ketidakjelasan dari pemerintah maupun para
ahli dalam penetapan zona inti dan zona-zona lain pada Gumuk Pasir, sehingga
dalam prakteknya masih bisa digunakan secara leluasa oleh masyarakat dalam
meningkatkan sektor perekonomian. Oleh karena itu, sistem perundangan dan hukum
lingkungan perlu adanya evaluasi dan pembenahan supaya pengelolaan Gumuk Pasir
menjadi lebih efektif.
2.
Tumpang Tindih
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Dalam Otonomi Daerah
Menurut kebijakan tata
ruang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, fungsi dan peranan Kabupaten Bantul
ditetapkan sebagai pendukung dan memperkuat peranan Yogyakarta sebagai salah
satu Daerah Tujuan Wisata. Berkembangnya pariwisata Parangtritis dapat
memberikan sumbangan ekonomi terhadap pemerintah daerah dan masyarakat
(Supriyanto, 1999). Namun kebijakan ini berlawanan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Bantul Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Bantul Tahun 2010 - 2030. Dimana pada peraturan daerah disebutkan
bahwa Kabupaten Bantul masuk dalam Kawasan Strategis Lingkungan Hidup yang
perlu dilindung dan dijaga kelestarianya guna mempertahankan kawasan Geoheritage yang ada di pesisir pantai
Kabupaten Bantul. Peraturan ini tertera pada Pasal 65 Ayat 4.
Seperti pada kasus pengelolaan lingkungan yang lain,
pengelolaan Gumuk Pasir di pesisir pantai Kabupaten Bantul ini kurang
memperhatikan faktor keseimbangan alam yang menyebabkan keberadaan Gumuk Pasir
tersebut terancam. Jika ditinjau lebih dalam, peran serta pemerintah dalam pengelolaan
dan konservasi lingkungan seharusnya sangat besar, vital dan lebih spesifik.
Namun peran serta pemerintah dapat juga menjadi salah satu kasus pengelolaan
lingkungan manakala terjadi perbedaan kebijakan diantara pemerintah pusat dan
daerah. Ketidaksesuain kebijakan tersebut membuat pelaksanaannya menjadi tumpang
tindih. Dalam berita-berita yang terangkat di atas, keseimbangan dan
kelestarian alam sedikit dikesampingkan dan pemerintah lebih memilih kemajuan
dari sektor ekonomi.
a.
Ego sektoral dan
daerah
Terlihat jelas bahwa ego sektor ekonomi dan
pariwisata lebih dominan dibandingkan dengan ego keseimbangan lingkungan. Mengingat
perkembangan pariwisata di Parangtitis berjalan signifikan semenjak tahun 1990,
setelah adanya pembangunan infrastruktur sebagai realisasi dari program
nasional Visit Indonesian Year 1991 (Aryan, 2005), tentunya sektor pariwisata
dan ekonomi lebih diunggulkan daripada ego keseimbangan lingkungan tentang Kawasan Strategis Lingkungan Hidup Gumuk
Pasir yang tercantum dalam peraturan pemerintah daerah tahun 2010.
b.
Tumpang tindih
perencanaan antar sektor
Pengembangan sektor ekonomi dan periwisata tentu
akan menekan perkembangan Kawasan Strategis Lingkungan Hidup Gumuk Pasir yang
harus bersih dari berbagai kegiatan di zona intinya. Pengembangan ekonomi (tambak
udang) di daerah pesisir pantai Parangkusumo mengambil area zona inti Gumuk
Pasir yang cukup luas. Sedangkan pengembangan sektor pariwisata guna
meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah di Parangtritis juga mengikis
luas area Gumuk Pasir. Keduanya menjadi penyebab utama penyempitan lahan Gumuk Pasir
hingga tinggal 190 dari 400 Hektare. Baik perencanaan sektor ekomoni,
pariwisata dan kawasan strategis lingkungan hidup masih saling tumpang tindih
sehingga dalam perealisasian kurang jelas pada masing-masing sektor.
c.
Pendanaan yang
masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup
Guna mencegah penyusustan lahan Gumuk Pasir yang
terus menerus, pemeritah telah mengambil beberapa langkah, misalnya dengan
membuat peraturan daerah dan mengadakan sosialisasi untuk diadakan restorasi.
Akan tetapi pengawasan berjalanya peraturan dan pelaksanaan restorasi belum
bisa berjalan sebagaiaman mestinya. Hal ini dikarenakan anggaran pendanaan
untuk melakukan keduanya cukup besar. Misalnya untuk membayar tenaga pengawas
dan untuk merelokasi lahan pertanian, perkebunan, pemukiman dan tambak udang
memerlukan dana yang tidak sedikit. Dengan keterbatasan pendanaan tersebut menjadikan
upaya restorasi maupun konservasi menjadi berjalan lambat.
d.
Keterbatasan
sumber daya manusia
Pengelolaan Gumuk Pasir sebagai salah satu kawasan Geoheritage memerlukan sumber daya
manusia yang mumpuni. Baik dalam pemerintah, aparat penegak hukum, dan
masyarakat harusnya sadar akan keberadaan Gumuk Pasir tersebut sehingga dapat
bersinergi dalam pengelolaanya. Berdasarkan berita tersebut, jelas bahwa sumber
daya manusia belum mencukupi sehingga luas lahan semakin menyempit dan usaha
restorasi masih belum berjalan dengan baik.
e.
Eksploitasi
sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profil dari sisi ekonomi
Sebagian besar kegiatan di zona lahan Gumuk Pasir
masih berorientasi pada sektor ekonomi. Pengadaan tambak udang, pembangunan
lahan parkir, motel, losmen, rumah makan, pertokoan, dan berbagai macam
bangunan lain bertujuan untuk memajukan sektor ekonomi melalui pengembangan
sektor pariwisata. Jika eksploitasi tersebut tidak segera dikendalikan, maka
penyempitan lahan Gumuk Pasir akan semakin parah. Pengembangan sektor ekonomi
melalui pariwisata ini seharusnya tetap memperhatikan pengelolaan lingkungan
hidup agar tetap terjaga.
f.
Lemahnya
implementasi peraturan perundangan
Sejak tahun 2007 Parangkusumo sudah ditetapkan
sebagai kawasan khusus dan pada tahun 2010
sudah ditetapkan bahwa Gumuk Pasir di pesisir pantai Kabupaten Bantul masuk
dalam Kawasan Strategis Lingkungan Hidup, namun dalam implementasinya belum
kuat. Selain itu, pemerintah daerah juga sudah menetapkan bahwa Gumuk Pasir
sebagai salah satu Geoheritage dari 9
Geoheritage yang ada di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Akan tetapi semua pertaturan tersebut belum memiliki
peraturan turunan, misalnya kejelasan luas zona ini dan zona-zona lain yang
harus steril. Bahkan hingga tahun ini, upaya restorasi Gumuk Pasir masih
terkendala dengan peraturan zonasi kawasan. Jika peraturan ini tidak dibuat,
maka upaya restorasi akan semakin susah.
g.
Lemahnya
penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan
Salah satu bentuk kelemahan penegakan hukum dalam
bidang pengawasan adalah munculnya berbagai tambak udang dan ikan di sekitar
pantai Parangkusumo dan penyempitan lahan Gumuk Pasir dalam kurun waktu 30
tahun terakhir ini. Aktivitas masyarakat yang terus mengeksploitasi Gumuk Pasir
ini tentu salah satu dampak dari kurangnya pengawasan dari pihak yang
berwenang. Selama ini tidak ada kejelasan sanksi yang diberikan pada masyarakat
yang menggunakan atau memakai kawasan Gumuk Pasir sebagai lahan
matapencaharian.
h.
Pemahaman
masyarakat tentang lingkungan hidup
Kesadaran masyarakat tentang arti penting keberadaan
Gumuk Pasir di pesisir pantai Kabupaten Bantul masih sangat rendah. Hal ini
dikarenakan minimnya pemahaman masyarakat tentang manfaat dan kedudukan Gumuk
Pasir sebagai salah satu warisan langka di dunia dan sekaligus sebagai Geoheritage. Dengan demikian eksploitasi
terus berlangsung yang berdampak pada penyempitan lahan dan mengancam
keberadaan Gumuk Pasir.
i.
Penerapan
teknologi yang tidak ramah lingkungan.
Di pantai Parangtritis sudah mulai menjajakan
fasilitas berupa motor ATV (All Terain
Vehicle) untuk menarik minat pengunjung. Sensasi berkendara motor jenis ini
berasa berbeda karena di atas hamparan pasir yang luas. Hal ini tentunya akan
membuat Gumuk Pasir menjadi lebih padat dan sifat alamiah terbentuknya
permukaan Gumuk Pasir akan berkurang. Sedangkan di pantai Parangkusumo terdapat
banyak tambak udang yang biasanya para nelayan menggunakan antibiotik untuk
menjaga agar udang tidak banyak yang mati. Kadar antibiotik yang berlebihan
dapat membunuh organisme lain dan menyebabkan keseimbanganya terganggu. Keadaan
ini tentunya sangat tidak ramah lingkungan dan dapat merusak lingkungan.
B.
Aspek Kesalahan atau Kelemahan dalam Pengelolaan
Terdapat beberapa aspke kelemahan dalam pengelolaan
kawasan khusus Gumuk Pasir di pesisir pantai Kabupaten Bantul berdasarkan
berita tersebut. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah:
1.
Pemanfaatan
Pemanfaatan pantai di Kabupaten Bantul sebagai salah
satu Daerah Tujuan Wisata oleh Pemeritah DIY berakibat kurang baik terhadap keberadaan
lahan Gumuk Pasir. Perkembangan dari sektor ekonomi dan pariwisata menuntut
lahan yang luas dan penutupan beberapa lahan Gumuk Pasir untuk keperluan
peningkatan ekonomi dan pariwisata tersebut. Banyak lahan Gumuk Pasir dijadikan
area pemukiman warga agar dekat dengan lokasi berdagang. Selain itu,
pemanfaatan Gumuk Pasir sebagai lahan pertanian, parkir dan tambak udang menjadikan
luas area Gumuk Pasir semakin terkikis dan mengkhawatirkan. Pemanfaatan lahan
menjadi tak terkendali dikarenakan tidak adanya kontrol yang berdasarkan pada
asas pengelolaan lingkungan.
2.
Pengendalian
Titik berat sektor ekonomi dan pariwisata membuat
daerah pesisir pantai di Kabupaten Bantul terus berkembang, terutama dari segi
pembangunan. Usaha peningkatan minat pengunjung selalu sejalan dengan
peningkatan berbagai fasilitas yang ada di sekitar pantai. Oleh karena itu, penggunaan
lahan Gumuk Pasir menjadi tak terkendali. Terhitung selama 30 tahun terakhir
lahan Gumuk Pasir berkurang sebanyak 210 Hektare. Upaya pengendalian sudah
dilakukan dengan membuat peraturan daerah, namun kelemahan dari pengendalian
ini adalah pada perturan turunan yang belum dibuat. Sehingga masyarakat masih
dapat menggunakan celah peraturan tersebut untuk melakukan aktivitas
pembangunan dan penggunaan lahan di zona inti Gumuk Pasir.
3.
Pengawasan
Sejauh ini, pemerintah belum mengirim atau
menugaskan kelompok khusus untuk mengawasi aktivitas masyarakat di lahan Gumuk
Pasir. Hal ini menyebabkan masyarakat yang kurang menyadari arti penting
keberadaan Gumuk Pasir bebas melakukan aktivitas di atas lahan tersebut. Sejauh
ini pemerintah hanya membuat peraturan dan mengadakan seminar tentang
keberadaan Gumuk Pasir, namun untuk pengawasan belum ada realisasinya.
4.
Penegakan Hukum
Sejalan dengan belum adanya aparat yang mengawasi
aktivitas masyarakat di lahan Gumuk Pasir, maka hukum juga tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Belum ada sanksi hukum maupun sanksi lingkungan terkait
dengan pengelolaan lahan Gumuk Pasir menjadi berbagai lahan matapencaharian
masyarakat. Padahal sanksi atau hukuman seharusnya diperlukan agar keberadaan
lahan Gumuk Pasir tidak berkurang terus menerus. Peraturan yang selama ini
dibuat hanya sebatas pada ketetapan luas zona serta aktivitas apa saja yang
diijinkan dan yang tidak. Masyarakat yang melanggar hanya akan diperingatkan
dan kemudian aktivitas tersebut ditutup. Masalah di lapangan adalah banyak
aktivitas masyarakat di zona steril namun luput dari sanksi dan pengawasan.
C.
Pendekatan Instrumen yang Telah Dipakai dalam
Pengelolaan Lingkungan
Pendekatan instrumen yang telah dipakai dalam
pengelolaan lingkungan lahan Gumuk Pasir di kawasan pesisir pantai di Kabupaten
Bantul adalah dengan pendekatan hukum atau peraturan. Instrumen tersebut
tertuang di dalam peraturan daerah Kabupaten Bantul Nomor 04 Tahun 2011 Tentang
Rencama Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul, BAB III (Asas, Tujuan, Kebijakan
Dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten) Pasal 8, Ayat 2 butir e
menyebutkan bahwa “Mencegah kegiatan budi daya di sepanjang sungai yang dapat
mengganggu atau merusak kualitas dan kuantitas air serta morfologi sungai,
pantai yang dapat mengganggu atau merusak kondisi alam dari pantai terutama
pada kawasan gumuk pasir Parangtritis dan di sekitar mata air.” dan BAB VI
(Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten), Pasal 65, Ayat 4, butir b menyebutkan
“Kawasan Strategis Gumuk Pasir Parangtritis yang berfungsi untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan penelitian.”(www.bappeda.bantulkab.go.id).
Hukum atau peraturan tersebut bersifat mengikat,
namun dalam implementasinya yang belum sempurna sehingga peraturan tersebut
masih bersifat longgar. Selain peraturan-peraturan tersebut, pemerintah telah
mengadakan upaya restorasi yang dimulai dengan mengadakan seminar
“Edu-Restorasi Gumuk Pasir Parangtritis Untuk Kesejahteraan Bersama” sebagai
salah satu solusi menjaga eksistensi Gumuk Pasir tersebut. Melalui penyerahan
Surat Keputusan (SK) 9 Kawasan Geoheritage
di Daerah Istimewa Yogyakarta kepada Gubernur DIY semoga pengelolaan lahan
Gumuk Pasir di pesisir pantai Kabupaten Bantul semakin terjaga.
D.
Pengelolaan yang Ideal
Sejauh ini, pemerintah pusat Daerah Istimewa
Yogyakarta, pemerintah Kabupaten Bantul dan akademisi sudah mengambil beberapa
langkah yang tepat dan tegas dalam mengkonservasi Gumuk Pasir. Akan tetapi ada beberapa aspek yang harus diperhatikan agar upaya pengelolaan
menjadi lebih terarah dan berjalan dengan baik. Adapun aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
1.
Perencanaan
a. Perencanaan yang
Matang
Perencanaan dibukanya obyek
wisata baru Geomaritim
Science Park merupakan salah satu cara agar keberadaan Gumuk Pasir terjaga. Namun
meski demikian, perencaan tersebut jangan sampai mengesampingkan zona-zona lain
atau lokasi Gumuk Pasir lain yang tidak dijadikan lokasi wisata. Perencanaan
yang matang juga harus menyeluruh untuk semua kawasan khusus Gumuk Pasir. Jika
perencaan tidak matang, dikhawatirkan akan mengancam kawasan Gumuk Pasir lain
yang kurang diperhatikan akibat tidak termasuk dalam kawasan wisata Geomaritim
Science Park.
2.
Pemanfaatan dan Pengendalian
a.
Pengelolaan
Objek Wisata Baru Yang Berbasis Natural
Penetapan kawasan Gumuk Pasir sebagai Geomaritim Science Park sebaiknya dikelola
senatural mungkin tanpa harus menyebabkan eksploitasi yang lebih membahayakan
dan lebih mengancam keberadaan Gumuk Pasir. Pengelolaan wisata di Geomaritim
Science Park sebisa mungkin
tidak mengedepankan aspek ekonomi dan pariwisata tetapi menonjolkan kealamian
keadaan Gumuk Pasir. Pengelolaan lokasi wisata baru ini harus terpisah dengan
wisata-wisata lain yang memang diperuntukan dalam pengembangan sektor ekonomi. Adanya wisatawan yang datang sudah pasti akan
menarik minat pedagang untuk berjualan dengan berbagai cara dan memanfaatkan kelemahan hukum atau peraturan. Selain itu, penyediaan area parkir dan
akses menuju ke zona untuk wisata Gumuk Pasir harus didesain seefisien mungkin
agar tidak mengganggu upaya konservasi, restorasi dan pengelolaan Gumuk Pasir. Oleh
karena itu, pemerintah dan pengelola harus memperhatikan berbagai hal kecil
yang beroptensi mengancam keberadaan Gumuk Pasir.
b.
Menekan Akitivitas
Yang Berlebih
Penetapan
zona Gumuk Pasir adalah zona inti, zona penyangga, zona pemanfaatan tertentu,
zona perikanan berkelanjutan, zona wisata alam dan budaya, dan zona wisata
kuliner. Pada setiap zona, kecuali zona inti, terdapat aktivitas yang
berlangsung. Guna menanggulangi agar penyempitan lahan Gumuk Pasir tidak terus
berkurang sebagaimana yang sudah terjadi selama 30 tahun terakhir, maka perlu
menekan aktivitas berlebih pada setiap zona. Penekanan aktivitas ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan. Penekanan aktivitas dapat berupa peraturan tentang
aktivitas apa saja yang boleh dilakukan di setiap zona dan yang tidak. Pada
setiap aktivitas juga memiliki batas maksimal perizinan baik batasan waktu,
luas maupun jenis aktivitas.
c.
Alokasi Anggran
Yang Lebih Besar
Mengingat pentingnya keberadaan Gumuk Pasir di
kawasan pesisir pantai Kabupaten Bantul, maka perlu alokasi dana yang lebih
besar dalam setiap aspek pemeliharaanya. Dana tersebut untuk menunjang
keberlangsungan upaya restorasi, konservasi dan pengelolaan. Dalam upaya
restorasi perlu dilakukan relokasi lahan yang digunakan oleh masyarakat pada
zona steril, tentunya hal ini akan banyak memerlukan biaya. Relokasi
bertujuan untuk mengendalikan aktivitas di zona-zona tertentu sesuai denga
tujuan restorasi, yaitu peremajaan kembali Gumuk Pasir. Setiap aspek konservasi dan pengelolaan memerlukan
dana yang cukup besar mulai dari perencanaan hingga pengawasan. Sehingga
pemerintah harus mengatur ulang alokasi anggaran pendanaan untuk kawasan khusus
Gumuk Pasir tersebut.
3.
Pemeliharaan
a.
Mengadakan
Sosialisasi Berkala
Sosialisasi mutlak dan wajib untuk dilakukan.
Mengingat warga masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir pantai Kabupaten
Bantul terdiri dari berbagai kalangan, maka hendaknya sosialisasi tidak hanya
terbatas pada ketua ataupun pengurus desa. Sosialisasi yang dilakukan harus
mewakili semua kalangan dan dilakukan secara berkala. Tujuanya adalah untuk
menjaga komitmen masyarakat dan pemerintah dalam pelaksanaan restorasi,
konservasi dan pengelolaan kawasan Gumuk Pasir. Sosialisasi berkala juga
sebagai bukti bahwa tanggung jawab pelaksanaan restorasi, konservasi dan
pengelolaan bukan hanya dibebankan kepada masyarakat, namun ada kekompakan dan
sinergi antara masyarakat dan pemerintah.
4.
Pengawasan
a.
Melipatgandakan
Pegawasan
Peraturan yang dibuat tanpa adanya pengawasan akan
membuat peraturan tersebut menjadi lemah dan banyak masyarakat tak bertanggung
jawab akan menggunakan kelemahan hukum untuk kepentingan pribadi. Maka dari
itu, peraturan yang dibuat harus disertai dengan pengawasan yang memadai.
Sebelum dilaksanakanya program restorasi, sebenarnya sudah ada peraturan yang
mengatur keberadaan kawasan khusus Gumuk Pasir, akan tetapi dalam pelaksanaanya
tidak ada pengawasan hukum dan sanksi yang jelas. Sehingga kawasan khusus Gumuk
Pasir terus menyempit. Untuk mencegah agar hal itu terjadi, maka pengawasan
hukum dan pengawasan lapangan perlu dilakukan.
5.
Penegakan
Hukum
a.
Memperbaharui
Peraturan Daerah (Perda) Dan Peraturan Kabupaten (Perbup)
Berkaca dari penyebab menyempitnya lahan Gumuk Pasir
yang salah satunya karena aspek hukum yang lemah, maka perlu dilakukan
pembaharuan Perda dan Perbup tentang zonasi dan aktivitas yang
diperbolehkan di zona-zona Gumuk
Pasir. Pencantuman perturan tersebut lebih baik disertai dengan sanksi-sanksi
apabila terjadi pelanggaran, baik sanksi hukum maupun sanksi sosial. Pelaksanaan
restorasi, konservasi dan pengelolaan Gumuk Pasir tidak akan sesuai dengan
harapan apabila penegakan hukum masih lemah dan banyak celah.
b.
Informasi Yang
Mudah Diakses
Penetapan zonasi dan peraturan masing-masing zona
harus jelas. Semua orang dapat mengakses penetapan zonasi yang berisi berbagai
macam peraturan di masing-masing zonasi tersebut. Hal ini penting untuk
dilakukan karena tidak semua orang peduli dengan keberlangsungan restorasi,
konservasi dan pengelolaan lingkungan yang sedang diupayakan oleh pemerintah.
Selama ini, peraturan aktivitas yang diperbolehkan
di masing-masing zona hanya disampaikan melalui media massa dan sosialisasi
yang masih sangat terbatas. Adanya penetapan dan peraturan zonasi yang jelas
akan membuat setiap masyarakat yang mengetahui saling mengingatkan. Harapanya
agar tiap warga masyarakat memiliki rasa kesadaran lingkungan yang tinggi dan
memiliki komitmen untuk melindungi lingkungan dengan saling mengingatkan.
BAB
III
KESIMPULAN
Gumuk Pasir merupakan
kawasan khusus sekaligus sebagai salah satu dari 9 Geoheritage di Daerah Istimewa Yogyakarta yang wajib dijaga dan
dilestarikan. Baik pemerintah maupun masyarakat wajib menjaga warisan sejarah
tersebut. Pengelolaan kawasan Gumuk Pasir di daerah pesisir pantai Kabupaten
Bantul harus mengedepankan aspek kelestarian lingkunga dibandingkan sektor
ekonomi maupun pariwisata. Kurangnya kesadaran akan pentingnya kelestarian
lingkungan menjadikan lahan Gumuk Pasir terus berkurang. Oleh karena itu, perlu
diadakan restorasi, konservasi dan pengelolaan berbasis kelestarian lingkungan.
Upaya pemerintah dan masyarakat dalam menjaga eksistensi Gumuk Pasir dapat
dilakukan melalui aspek-aspek pengelolaan lingkungan yang meliputi:
1. perencanaan,
2. pemanfaatan,
3. pengendalian,
4. pemeliharaan,
5. pengawasan, dan
6. penegakan hukum
DAFTAR PUSTAKA
2 komentar
Write komentarwahhh..artikelnya sangat lengkap, semoga bermanfaat dan tidak disalahgunakan
Replywuihhhh....keren
Reply