Entri Populer

MENGGALI KEMBALI KEKAYAAN INTELEKTUAL TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA (KI HAJAR DEWANTARA)

          Bentuk kemurahan Tuhan kepada manusia Indonesia adalah bahwa kita memiliki Pancasila yang menjadi landasan dalam menata dan menjalankan kehidupan kita sebagai individu, bagian dari masyarakat lndonesia maupun masyarakat dunia. Pancasila bukanlah hal baru karena nilai-nilai dalam Pancasila diambil dari nilai-nilai kebudayaan masyarakat Indonesia. Namun, apakah pemahaman nilai-nilai budaya masih sama antara zaman sekarang dengan zaman pendahulu kita?. Pemahaman atas nilai-nilai budaya secara tepat akan terus berlanjut jika terjadi proses transfer of value dari generasi pendahulu kepada generasi penerus melalui proses pendidikan.

            Pendidikan sebagai upaya untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya Indonesia sudah semestinya memiliki program perencanaan implementasi dalam bentuk kurikulum. Bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantara menyadari bahwa kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah Belanda tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia sebab masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat individualis dan pro kolonialis. Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan kebangsaan/ nasionalisme, budi pekerti/ karakter, dan kebudayaan dalam muatan kurikulum sekolah. Upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, Ki Hajar Dewantara membangun strategi Tri Pusat Pendidikan dan strategi budaya pendidikan Tri Kon.

A.  Mewariskan nilai-nilai kebangsaan, budi pekerti, dan kebudayaan melalui Tri Pusat Pendidikan dan Tri Kon Pendidikan
Pendidikan kebangsaan, karakter, dan kebudayaan yang diyakini oleh Ki Hajar Dewantara sebagai pendidikan terpenting bagi rakyat Indonesia dapat dijalankan dengan baik melalui strategi yang beliau perkenalkan dengan istilah Tri Pusat dan Tri Kon Pendidikan.

·      Tri Pusat Pendidikan
Ki Hajar Dewantara menyadari bahwa pendidikan yang dialami oleh seorang anak tidak hanya berlangsung dalam satu lingkungan, namun terjadi dimanapun anak itu berada. Ki Hajar Dewantara membagi lingkungan pendidikan menjadi tiga yaitu, lingkungan keluarga, pendidikan di sekolah, dan pendidikan di lingkungan masyarakat.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan karakter, penanaman moral, dan mengajarkan nilai-nilai budaya yang ada di lingkungan hidup anak. Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter anak dan pemahaman nilai-nilai budaya yang ada disekitarnya.
Lingkungan sekolah berperan mengembangkan karakter, moral, dan nilai-nilai budaya yang sudah didapat anak di lingkungan keuarga, ditambah dengan mengajarkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memberikan bekal bagi anak untuk mampu hidup mandiri, memecahkan persoalan hidup, menghadapi perubahan sosial dalam masyarakat, bahkan mampu berkontribusi bagi kemajuan kehidupan masyarakat.  
Lingkungan masyarakat merupakan tempat pengembangan diri bagi anak, mengaktualisasi potensi yang dimilikinya, dan mempelajari nilai-nilai budaya yang berkembang di dalamnya. Nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat akan mempengaruhi karakter anak.
Setiap lingkungan pendidikan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan bagi anak, tidak ada yang terpusat hanya pada satu lingkungan saja. Pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus berjalan seiring sejalan, selaras dan harmonis. Muatan kurikulum yang diajarkan di lingkungan sekolah tidak boleh menjauhkan akan dari kehidupannya di keuarga dan masyarakat.

·      Tri Kon Pendidikan
Konsep Tri Kon Ki Hajar Dewantara merupakan upaya untuk melestarikan dan megembangkan kebudayaan nasional Indonesia. Konsep Tri Kon mengandung tiga unsur yaitu, kontinuitas, konvergen, dan konsentrasi.
Kontinyu berarti dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Inodonesia harus dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Pengajaran kebudayaan dan nilai-nilai budaya secara kontinyu akan memastikan bahwa jati diri/ identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak hilang.
Konvergen artinya dalam upaya melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional kita harus memadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa. Memadukan kebudayaan nasional dengan kebudayaan asing dilakukan dengan memilih dan memilah kebudayaan asing yang sesuai dengan falsafah Pancasila.
Konsentris artinya dalam bergaul dengan bangsa lain di dunia kita harus berupaya menyatukan kebudayaan nasional kita dengan kebudayaan global tanpa menghilangkan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.     

B.  Implementasi Politik Pendidikan Indonesia
Politik pendidikan merupakan suatu kebijakan dalam dunia pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang termuat dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dala rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Produk dari politik pendidikan yaitu berupa kebijakan-kebijakan dalam pendidikan baik dalam bentuk undang-undang, perpu, PP, dll. Sejak era reformasi sangat dirasakan adanya perubahan-perubahan pada setiap sendi kehidupan termasuk dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang dahulu sentralisasi diganti dengan sistem desentralisasi sejalan dengan lahirnya Undang-Undang Otonomi Daerah No.22 tahun 1999.
Berubahnya sistem sentralisasi pendidikan menjadi desentralisasi mendorong reformasi kurikulum, sehingga melahirkan KTSP. Namun, keberadaan KTSP yang dianggap sesuai dan mampu mengakomodir kondisi bangsa Indonesia yang memiliki beragam budaya tergantikan oleh kurikulum 2013. Penggantian kurikulum ini dirasa ada unsur pemaksaan sebab tidak didasari oleh landasan yang kuat.     

C.   Peran Riset dalam Pengembangan Kurikulum
Secara akademik-teoretis, di antara tahapan pengembangan kurikulum sejatinya dimulai dengan studi evaluasi awal yang berisi diagnosis terhadap praksis pendidikan berjalan dan khususnya praktek kurikulum lama, yang diiringi dengan analisis kebutuhan. Penyusunan standard-standard sebagai dasar capaian yang diinginkan oleh institusi pendidikan merupakan langkah berikutnya yang terpenting.
Selanjutnya penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum (konsep awal dirumuskan berdasarkan rumusan tujuan, isi, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar dan strategi sesuai pola kurikulum strategik termasuk pengembangan alat evaluasi). Konsep awal juga harus melalui uji substansi, uji materi, dan uji kelayakan bahan termasuk uji konstruk oleh pakar kurikulum dan praktisi pendidikan. Sesuatu yang tidak bisa diabaikan adalah pelibatan unsur pendidik secara lebih intens dan representatif.
Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum adalah langkah yang tidak dapat dipisahkan dengan rangkaian pengembangan kurikulum yang mencakup pengembangan silabus, pengembangan bahan ajar dan sumber. Selanjutnya diikuti dengan ujicoba untuk melihat tingkat kehandalan, kemungkinan pelaksanaan, daya dukung sumber daya pendidikian, pemahaman, tingkat kesukaran kesesuaian dan kesesuaian bahan, hambatan-hambatan, masalah-masalah yang timbul, kekurangan, kelebihan, target, ketuntasan, dan umpan-balik (feed back).
Riset dalam pengembangan kurikulum mutlak untuk dilakukan karena tanpa adanya riset maka akan sangat sulit untuk menemukan berbagai hal yang dibutuhkan oleh pengguna kurikulum. Hasil riset tersebut dapat dijadikan acuan untuk penetapan sebuah kurikulum. Dengan demikian pemutusan pengembangan dan pemberlakuan kurikulum dapat dilakukan secara bijaksana dan sesuai.

Pendidikan Indonesi saat ini
Pendidikan di Indonesia masih mencari format diri, ikan dengan hal ini dibuktan dengan silih bergantinya kurikulum pendidikan nasional yang diterapkan di Indonesia, dan itu selalu diwarnai pro-kontra, menuai kritik dari instansi pendidikan baik negeri maupun swasta. Guru-guru sering hanya berperan sebagai pengajar sehingga aktivitasnya terfokus pada perkara pengembangan kognitif saja. Kondisi ini membuat para pendidik di sekolah sering hanya berperan sebagai pengajar (transfer of knowledge). Peserta didik dibebani dengan banyaknya mata pelajaran dan pekerjaan rumah. Hal ini terjadi karena tuntutan kurikulum berkaitan dengan, antara lain, Ujian Nasional (UN). Kondisi ini jelas berakibat pada kurangnya pengembangan potensi-potensi lain (afektif, psikomotorik, konatif), sekaligus meminggirkan upaya pengembangan dimensi-dimensi personalitas peserta didik yang tidak kalah pentingnya bagi kebutuhan eksistensialnya kelak: dimensi sosial, kultural, dan spiritual.
Hal ini diperparah lagi dengan praksis pendidikan di Indonesia yang menggiring anak didik untuk menjadi pekerja yang mengabdi kepada kepentingan pasar kapital belaka. Model pendidikan macam itulah yang menghasilkan manusia-manusia di Indonesia yang bermental lemah sehingga rentan mengalami krisis identitas dan disorientasi diri. Ancaman yang terakhir itu yang kini kita rasakan secara nyata. Di Indonesia sudah cukup banyak orang yang “pintar”, tapi sulit menemukan orang yang “benar”.Hal ini diperparah lagi dengan praksis pendidikan di Indonesia dewasa ini yang cenderung menciptakan manusia terampil bekerja tapi dangkal penalarannya atas nilai-nilai kehidupan dan makna pekerjaan. Tanpasadar, model pendidikan di Indonesia menggiring anak didik untuk menjadi manusia tukang yang mengabdi kepada kepentingan pasar kapital belaka. Model pendidikan macam itulah yang menghasilkan manusia-manusia di Indonesia yang bermental lembek sehingga rentan mengalami krisis identitas dan disorientasi diri. Ancaman yang terakhir itu yang kini kita rasakan secara nyata. Di Indonesia sudah cukup banyak orang yang “pintar”, tapi sulit menemukan orang yang “benar”.

Pengkajian melalui empat jalur berpikir
Thinking
Pengembangan dan penetapan kurikulum dengan prinsip sentralisasi, desentralisasi maupun devolusi tetap memerlukan kajian yang mendalam melalui empat jalur umum memperoleh pengetahuan. Keempat jalur tesebut perlu diintegrasikan untuk mendapat hasil yang seimbang dari segi thinking, sensing, feeling dan believing. Tidak akan ada pendidikan jika tidak bermula dari kegiatan berpikir (thinking) tentang makna hidup, nilai-nilai hidup dan bagaimana mengembangkan kehidupan itu sendiri, membentuknya menjadi manusiawi. Demikian halnya penentuanprinsip pengembangan kurikulum diharapkan menjadi kunci utama bagi transformasi hidup seseorang secara internal dan eksternal. Internalmenyangkut refleksi diri, sementara eksternal menyangkut bagaimana relasi dengan pihak luar diri.
Teringat kembali gagasan-gagasanKi HadjarDewantara tentang pendidikan merupakan upaya berpikir untuk menyiasati perwujudan kondisi kehidupan yangbermakna, bernilai,bermartabat dan bersahaja. Selaras dengan konsep manusia sebagai makhluk dinamis, pemikiran manusia hingga saat ini juga berkembang dan menjadi semakin kompleks. Setiap pemikiran manusia yang dipandang cocok untuk masa tertentu di suatu wilayah tertentu, belum tentu dapat diimplementasikan pada masa dan kondisi yang berbeda, baik di wilayah yang sama maupun di wilayah yang berbeda. Oleh karena itu, thinking dalam pendidikan sebagai dasar riset dalam pengembangan kurikulum sangat penting untuk dilaksanakan, baik riset dasar maupun riset terapan.
Riset yang dilakukan merupakan perwujudan sensing atau gambaran empirik dari kondisi pendidikan yang ada. Melalui sensing ini diharapkan pihak-phak pengembang kurikulum diharapkan mendapat realita pendidikan yang terjadi sebagia dasar pengembangan kurikulum yang akan dilakukan, sebagai bahan pertimbangan bagian kurikulum mana yang perlu ditambah, dikurangi atau dimodifikasi. Suatu konsep pendidikan boleh jadi sangat bagus dan sesuai dengan kebutuhan pada masanya, tapi ketika zaman berubah bisa jadi konsep-konsep tersebut tidak relevan lagi, sehingga perlu benar-benar perlu diinterpretasi untuk menjawab tantangan-tantangan implementasinya dalam konteks zaman yang berbeda, tidak cukup dipikirkan saja.
Mengingat budaya Indonesia yang multikultural, setiap hal yang menjadi pertimbangan pengembangan kurikulum tidak cukup berdasarkan hasil thinking dan sensing. Hal ini dikarenakan ada hal-hal penting yang perlu dirasakan sebagai pertimbangan dalam melakukan pengembangan kurikulum. Jalurfeeling juga mengandung makna perkiraan apakah suatu kurikulum yang dikembangkan relevan dengan budaya bangsa Indonesia yang beragam. Mencakup bagaimana menjadikan akar budaya lokal tidak tercabut dari masyarakat, namun nilai-nilai kebangasaan dan ideologi bangsa Indonesia juga tertanam dalam setiap jiwa bangsa Indonesia.
Di Indonesia, pengembangan dan pengambil keputusan pemberlakuan kurikulum lebih dipegang oleh orang-orang yang hanya berkiprah di belakang meja. Mereka berorientasi pada pembentukan kurikulum yang baik dan bagus. Namun mereka lupa bahwa pengimpletasian kurikulum tidak hanya berdasarkan baik dan bagusnya sebuah kurikulum. Kurikulum yang dibuat juga harus disesuaikan dengan potensi dan keadaan suatu Bangsa. Mengingat Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya akan kebudayaan, maka alangkah lebih baikjika para memerhati dan pengambil keputusan untuk menggunakan alur berfikir feeling untuk mengambil sebuah keputusan.
Pencerminan bangsa Indonesia yang berketuhanan harus selalu dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum dan esensinya harus selalu dimasukkan dalam substansi kurikulum yang dikembangkan.Karena ketuhanan merupakan salah satu budaya Indonesia yang telah tercantum dalam dasar Bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Sebagai warga Indonesia, dalam pengembangan, pengembilan keputusan kurikulum yang akan diimplementasikan tetap harus melewati proses berfikir dengan kepercayaan kepada Tuhan (believing).

Orientasi pendidikan Indonesia yang diharapkan
            Kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia diarahkan untuk mencapai kurikulum masa depan, dimana karakteristik manusia Indonesia diharapkan beriman,bertaqwa, peka, tanggung jawab, serta mandiri. Kurikulum yang dikembangkan diharapakan dapat mengoptimalkan berbagai macam kecerdasan, menguasai TIK dan bahasa untuk menghadapi tantangan global. Perumusan kebijakan seputar pendidikan Indonesia perlu mempertimbangkan gagasan-gagasan awal seputar pendidikan yang belum terkontaminasi oleh kepentingan pragmatis secara politik dan ekonomi agar ia tidak lagi menjadi instrumen politik. Pendidikan Indonesia yang ideal bisa terlaksana bila ada kesediaan untuk duduk bersama antara pendidik dan orangtua serta pemerintah dalam rangka merumuskan bersama kebijakan pendidikan yang berorientasi Keindonesiaan

              Ada sebuah ungkapan Jawa yang berbunyi demikian “JAWA DIGAWA, ARAB DIGARAP, BARAT DIRUWAT”. Setiap manusia diutus oleh Tuhan untuk menjadi khalifah di bumi. Jawa digawa, kita sebagai manusia Indonesia terlahir sebagai insan di bumi Indonesia sesuai dengan kehendak Tuhan. Tuhan menghendaki kita untuk menjadi manusia Indonesia yang memiliki beragam nilai-nilai budaya yang mulia yang menjadikan kita dipandang oleh bangsa lain. Nilai-nilai budaya Indonesia yang menjadi jati diri kita sebagai bangsa Indonesia merupakan identitas yang harus selalu dijaga dan diwariskan kepada anak cucu kita. Arab digarap, Islam seharusnya dibumikan di Inonesia dalam arti menegakkan syariat Islam sebagai cara untuk menjalankan kehidupan. Barat diruwat, semua yang datang dari barat harus didetoksifikasi, disaring, tapi bukan berarti ditolak.
            Tokoh pendidikan nasional kita Ki Hajar Dewantara dan tokoh pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan, pada masa telah memiliki pemikiran tentang konsep pendidikan yang sesuai dengan budaya Indonesia.Ki Hajar Dewantara berpijak pada pendidikan kebangsaan, kebudayaan, dan karakter, sedangkan KH. Ahmad Dahlan lebih memfokuskan pada pendidikan agama. Seberapa jauh pengetahuan kita sebagai calon pendidik memahani konsep pendidikan yang dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara? Apakah konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara hanya relevan pada zamannya, tidak lagi relevan dengan keadaan sekarang, walaupun nilai-nilai budaya yang kita miliki masih tetap sama.



Oleh:
Rina Vitdiawati                      
Windi Septa Riandi               
Rini Nusantari                         
Dewi Nilam Tyas                     

Related Post

Previous
Next Post »