Supply response test memang memiliki beebrapa kelebihan jika
dibandingkan dengan selected response,
namun bukan berarti jenis soal supply
response test tidak memiliki kekurangan. Berikut ini adalah kelebihan dan
kekurangan supply response test yang
ditulis oleh Herman Yosep Sunu E., dan Yustiana Wahyu (2014: 108) pada bukunya
yang berjudul ”Penilaian Belajar Sisiwa di Sekolah” :
Jenis supply response test
|
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Fill In Blank atau complition question (melengkapi)
dan Jawaban singkat
|
a.
Faktor menebak
jawaban dapat dikurangi.
b.
Penyusunan
soal relatif mudah dan cepat.
c.
Pensekoran
relatif mudah dan lebih rinci.
|
a. Pensekorannya harus dipersiapkan
secara mendetail agar tidak subyektif.
b. Tidak mengukur hasil belajar yang
kompleks.
c. Jawaban siswa dapat menjadi bias jika
butir soal tidak dikonstruksi dengan baik.
|
Uraian (essay)
|
a.
Dapat mengukur
hasil belajar yang kompleks.
b.
Penyususnan
soalnya relatif singkat.
c.
Menilai aspek
integratif, hasil yang holistik.
|
a.
Pensekorannya
sulit dan koreksinya membutuhkan waktu yang lama.
b.
Hanya
menyajikan sampel isi yang kecil/sedikit ditinjau dari jumlah soal yang
diasjikan.
c.
Kulitas
tulisan sering mempengaruhi penskoran jawaban siswa.
|
supply
response test menuntut siswa menuliskan jawaban, tidak sekedar memilih
jawaban dari pilihan jawaban yang disediakan. Guru dapat mengkonstruksi soal supply response test dengan singkat dan
mudah. Guru yang menggunakan soal jawaban singkat dan melengkapi dapat
menyajikan jumlah butir soal yang relatif lebih banyak, sehingga kedua jenis
soal tersebut menyediakan isi sampel yang lebih baik daripada saol uraian. Pada
soal jenis uraian, guru cukup menyajikan jumlah butir soal yang relatif
sedikit, misalnya lima butir soal saja. Namun guru yang hendak menyajikan soal
uraian harus mengetahui bahwa siswa sudah menguasai keterampilan konseptual dan
berpikir, serta mengintegrasikan kedua keterampilan tersebut secara menyeluruh.
Kelebihan soal uraian yaitu mengukur
hasil belajar kompleks yang tidak dapat diukur menggunakan jenis soal obyektif
atau soal jawaban singkat dan menelngkapi. Soal jawaban singkat dan melengkapi
hanya mengukur kemampuan siswa untuk mengingat atau menghafal seperti mengingat
fakta, nama orang, istilah, tempat, dan prosedur. Karena siswa hanya menuliskan
jawaban dalam bentuk kalimat pendek, frase atau kata saja, kedua jenis soal
tersebut hanya untuk mengukur hasil belajar yang relatif terbatas.
Penyajian soal uraian tidak akan dapat
menjamin keberhasilan pengukuran hasil belajar yang kompleks, seandainya guru
tidak terampil mengkonstruksi butir soal yang disajikan. Agar soal uraian mampu
mengukur hasil belajar yang kompleks, guru perlu menetapkan pencapaian hasil
belajar siswa yang diharapkan, kemudian menyusun butir soal uraian berdasarkan
hasil belajar tersebut (Miller et al,
2009). Berbeda dengan soal uraian, siswa dapat menjawab soal jawaban singkat
dan melengkapi relatif cepat. Karena siswa tidak perlu menyajikan pemecahan
masalah. selain itu, gurupun mudah dan cepat mengoreksi jawaban siswa dan
memberikan skor secara obyektif.
Kelemahan soal uraian adalah guru sulit
mengoreksi jawaban siswa karena variasi dan keluasan jawaban siswa sangat
berbeda-beda dan sering membutuhkan waktu lama. Guru juga sering memberikan
skor yang berbeda-beda. Apabila lembar jawaban uraian dikoreksi guru lain yang
mengampu mata pelajaran yang sama, boleh jadi skor siswa pun bisa berbeda.
Akibatnya tujuan hasil belajar siswa yang hendak diukur menjadi kurang
berhasil.
Penyusunan soal jawaban singkat
dan melengkapi membutuhkan pedoman penskoran secara rinci sebagaimana pedoman pada
penskoran pada soal uraian, juga tidak membutuhkan penyajian daftar pilihan
seperti pada soal pilihan ganda. Guru yang memberikan soal jawaban singkat dan
melengkapi kadang-kadang menskor jawaban siswa secara biasa seandainya butir
soal tidak dikonstruksi dengan baik. Siswa menjawab setiap pertanyaan yang
disajikan dengan berbagai jawaban, akibatnya jawaban siswa tidak sesuai dengan
yang diharapkan guru. Oleh karena itu guru harus mengkonstruksi setiap butir
soal jawaban singkat dan melengkapi dengan cermat dan benar, sehingga siswa
dengan mudah memahami pertanyaan dan memberikan jawaban yang homogen.
DAFTAR PUSTAKA
Airasian, P. W. (1991). Classroom Assessment. United States : McGraw-Hill, Inc.
Anderson & Krathwohl. 2002. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Anderson, L. W. dan Krathwohl, D. R. (2015). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Terjemahan oleh Agung Prihantoro. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Ahiri, Jafar. (2008). Teknik Penilaian Kelas Dalam Pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press.
Arends, Richard. (2004). Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill.
Bambang, Subali. (2012). Prinsip Asesmen & Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: UNY Press.
Bambang, Subali dan Suyata P. (2012). Pengembangan Item Tes Konvergen dan Divergen dan Penyelidikan Validitasnya Secara Empiris. Yogyakarta : Diandra Pustaka Indonesia.
Bambang, Subali (2013). Kemampuan Berpikir Pola Divergern dan Berpikir Kreatif dalam Keterampilan Proses Sains : Contoh Kasus dalam Mata Pelajaran Biologi SMA. Yogyakarta : UNY Press.
Basuki, I. dan Hariyanto. (2014). Asesmen Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Dettmer, Peggy. (2006). New Blooms in Established Fields: Four Domains of Learning and Doing. Roeper Review, Winter 2006; 28,2; ProQuest Education Journals.
Dettmer, Peggy. (2006). New Blooms in Established Fields: Four Domains of Learning and Doing. Roeper Review, Winter 2006; 28,2; ProQuest Education Journals.
Endrayanto, H. Y. S. dan Harumurti, Y. W. (2014). Penilaian Belajar Siswa di Sekolah.
Yogyakarta : PT. Kanisius.
Depdiknas. (2006). Model Penilaian Kelas. Jakarta: Puskur Balitbang Departemen
Pendidikan Nasional.
Hamzah., B. Uno dan Koni, K. (2012). Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Herman, Yosep S. E. & Yustiana Wahyu. (2014). Penilaian Belajar Siswa di Sekolah.
Yogyakarta: PT Kasinus.
Mengonstruksi Instrumen Asesmen Ranah Kognitif dan Sensorimotor Page 62
Michael, K. Russell and Peter W. Airasian. (2011). Classroom Assessment: Concepts and
Applications, 7th Edition. New York: McGraw-Hill Education.
Mimin, Haryati. (2007). Model & Tenik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:
Gaung Persada Press.
Nurhayati, N., Mukhlis, dan Jaya, A. (2015). Biologi untuk SMA/MA Kelas X. Bandung :
Yrama Widya.
Oostraf, A. C. (2003). Classroom Aplication of Education Measurenment. Ohio: Meril
Publising.
Permendiknas. (2013). Permendiknas No. 64 tentang standar isi kurikulum 2013. Jakarta :
Depdiknas.
Popham, W. J. (2008). Teknik Mengajar Secara Sistematis. Terjemahan oleh Amirul
Hadi,dkk. Jakarta : Rineka Cipta.
Raymond, H. Witte. (2012). Classroom Assessment For Teachers. Miami University: Mc
Graw Hill.
Tom, Kubiszyn and Gary D. Borich. (2013). Educational Testing and Measurement:
Classroom Application and Practice, 10th Edition. New York: John Wiley & Sons.
Wigins, G.P. (1998). Educative Assessment Designing Assessment to Inform and Improve
Student Performance. San Fransisco: Josse-Bass Publiser
Keterangan: silahkan dicari sendiri sumber pustakanya, karena artikel ini hanya penggalan makalah, jadi ada daftar pustaka yang tidak digunakan dalam artikel