About Pena Sarjana

Manual Description Here: Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis.

Recent Post

Entri Populer

Kelebihan dan Kekurangan Supply Response Test

Kelebihan dan Kekurangan Supply Response Test
Supply response test memang memiliki beebrapa kelebihan jika dibandingkan dengan selected response, namun bukan berarti jenis soal supply response test tidak memiliki kekurangan. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan supply response test yang ditulis oleh Herman Yosep Sunu E., dan Yustiana Wahyu (2014: 108) pada bukunya yang berjudul ”Penilaian Belajar Sisiwa di Sekolah” :

Jenis supply response test
Kelebihan
Kekurangan
Fill In Blank atau complition question (melengkapi) dan Jawaban singkat
a.       Faktor menebak jawaban dapat dikurangi.
b.      Penyusunan soal relatif mudah dan cepat.
c.       Pensekoran relatif mudah dan lebih rinci.
a.  Pensekorannya harus dipersiapkan secara mendetail agar tidak subyektif.
b.  Tidak mengukur hasil belajar yang kompleks.
c.  Jawaban siswa dapat menjadi bias jika butir soal tidak dikonstruksi dengan baik.
Uraian (essay)
a.      Dapat mengukur hasil belajar yang kompleks.
b.      Penyususnan soalnya relatif singkat.
c.      Menilai aspek integratif, hasil yang holistik.
a.    Pensekorannya sulit dan koreksinya membutuhkan waktu yang lama.
b.    Hanya menyajikan sampel isi yang kecil/sedikit ditinjau dari jumlah soal yang diasjikan.
c.    Kulitas tulisan sering mempengaruhi penskoran jawaban siswa.

supply response test menuntut siswa menuliskan jawaban, tidak sekedar memilih jawaban dari pilihan jawaban yang disediakan. Guru dapat mengkonstruksi soal supply response test dengan singkat dan mudah. Guru yang menggunakan soal jawaban singkat dan melengkapi dapat menyajikan jumlah butir soal yang relatif lebih banyak, sehingga kedua jenis soal tersebut menyediakan isi sampel yang lebih baik daripada saol uraian. Pada soal jenis uraian, guru cukup menyajikan jumlah butir soal yang relatif sedikit, misalnya lima butir soal saja. Namun guru yang hendak menyajikan soal uraian harus mengetahui bahwa siswa sudah menguasai keterampilan konseptual dan berpikir, serta mengintegrasikan kedua keterampilan tersebut secara menyeluruh.
Kelebihan soal uraian yaitu mengukur hasil belajar kompleks yang tidak dapat diukur menggunakan jenis soal obyektif atau soal jawaban singkat dan menelngkapi. Soal jawaban singkat dan melengkapi hanya mengukur kemampuan siswa untuk mengingat atau menghafal seperti mengingat fakta, nama orang, istilah, tempat, dan prosedur. Karena siswa hanya menuliskan jawaban dalam bentuk kalimat pendek, frase atau kata saja, kedua jenis soal tersebut hanya untuk mengukur hasil belajar yang relatif terbatas.
Penyajian soal uraian tidak akan dapat menjamin keberhasilan pengukuran hasil belajar yang kompleks, seandainya guru tidak terampil mengkonstruksi butir soal yang disajikan. Agar soal uraian mampu mengukur hasil belajar yang kompleks, guru perlu menetapkan pencapaian hasil belajar siswa yang diharapkan, kemudian menyusun butir soal uraian berdasarkan hasil belajar tersebut (Miller et al, 2009). Berbeda dengan soal uraian, siswa dapat menjawab soal jawaban singkat dan melengkapi relatif cepat. Karena siswa tidak perlu menyajikan pemecahan masalah. selain itu, gurupun mudah dan cepat mengoreksi jawaban siswa dan memberikan skor secara obyektif.
Kelemahan soal uraian adalah guru sulit mengoreksi jawaban siswa karena variasi dan keluasan jawaban siswa sangat berbeda-beda dan sering membutuhkan waktu lama. Guru juga sering memberikan skor yang berbeda-beda. Apabila lembar jawaban uraian dikoreksi guru lain yang mengampu mata pelajaran yang sama, boleh jadi skor siswa pun bisa berbeda. Akibatnya tujuan hasil belajar siswa yang hendak diukur menjadi kurang berhasil.

Penyusunan soal jawaban singkat dan melengkapi membutuhkan pedoman penskoran secara rinci sebagaimana pedoman pada penskoran pada soal uraian, juga tidak membutuhkan penyajian daftar pilihan seperti pada soal pilihan ganda. Guru yang memberikan soal jawaban singkat dan melengkapi kadang-kadang menskor jawaban siswa secara biasa seandainya butir soal tidak dikonstruksi dengan baik. Siswa menjawab setiap pertanyaan yang disajikan dengan berbagai jawaban, akibatnya jawaban siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan guru. Oleh karena itu guru harus mengkonstruksi setiap butir soal jawaban singkat dan melengkapi dengan cermat dan benar, sehingga siswa dengan mudah memahami pertanyaan dan memberikan jawaban yang homogen.




DAFTAR PUSTAKA

Airasian, P. W. (1991). Classroom Assessment. United States : McGraw-Hill, Inc.

Anderson  &  Krathwohl.  2002.  A  Taxonomy  for  Learning,  Teaching,  and  Assessing.  A Revision  of  Bloom’s  Taxonomy  of  Educational  Objectives.  New  York:  Addison Wesley Longman, Inc.

Anderson,  L.  W.  dan  Krathwohl,  D.  R.  (2015).  Kerangka  Landasan  untuk  Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Terjemahan oleh Agung Prihantoro.  Yogyakarta : Pustaka 
Pelajar.

Ahiri, Jafar. (2008). Teknik Penilaian Kelas Dalam Pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press.

Arends, Richard. (2004). Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill.

Bambang,  Subali.  (2012).  Prinsip  Asesmen  &  Evaluasi  Pembelajaran.  Yogyakarta:  UNY Press.

Bambang, Subali dan Suyata P. (2012).  Pengembangan Item Tes Konvergen dan Divergen dan  Penyelidikan  Validitasnya  Secara  Empiris.  Yogyakarta  :  Diandra  Pustaka Indonesia.

Bambang, Subali (2013).  Kemampuan  Berpikir Pola Divergern dan Berpikir Kreatif dalam Keterampilan  Proses  Sains  :  Contoh  Kasus  dalam  Mata  Pelajaran  Biologi  SMA. Yogyakarta : UNY Press.

Basuki,  I.  dan  Hariyanto.  (2014).  Asesmen  Pembelajaran.  Bandung  :  PT.  Remaja Rosdakarya.

Dettmer, Peggy.  (2006). New Blooms in Established Fields: Four Domains of Learning and Doing. Roeper Review, Winter 2006; 28,2; ProQuest Education Journals.

Dettmer,  Peggy.  (2006).  New  Blooms  in  Established  Fields:  Four  Domains  of  Learning  and Doing. Roeper Review, Winter 2006; 28,2; ProQuest Education Journals.

Endrayanto,  H.  Y.  S.  dan  Harumurti,  Y.  W.  (2014).  Penilaian  Belajar  Siswa  di  Sekolah. 
Yogyakarta : PT. Kanisius.

Depdiknas.  (2006).  Model  Penilaian  Kelas.  Jakarta:  Puskur  Balitbang  Departemen
Pendidikan Nasional.

Hamzah., B. Uno dan Koni, K. (2012). Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Herman,  Yosep  S.  E.  &  Yustiana  Wahyu.  (2014).  Penilaian  Belajar  Siswa  di  Sekolah. 
Yogyakarta: PT Kasinus. 
Mengonstruksi Instrumen Asesmen Ranah Kognitif dan Sensorimotor   Page 62

Michael,  K.  Russell  and Peter  W.  Airasian.  (2011).  Classroom  Assessment:  Concepts  and 
Applications, 7th Edition. New York: McGraw-Hill Education. 

Mimin, Haryati. (2007).  Model & Tenik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: 
Gaung Persada Press.

Nurhayati,  N.,  Mukhlis,  dan  Jaya,  A.  (2015).  Biologi  untuk  SMA/MA  Kelas  X.  Bandung  : 
Yrama Widya.

Oostraf,  A.  C.  (2003).  Classroom  Aplication  of  Education  Measurenment.  Ohio:  Meril 
Publising.

Permendiknas.  (2013).  Permendiknas  No.  64  tentang  standar  isi  kurikulum  2013.  Jakarta  : 
Depdiknas.

Popham,  W.  J.  (2008).  Teknik  Mengajar  Secara  Sistematis.  Terjemahan  oleh  Amirul 
Hadi,dkk. Jakarta : Rineka Cipta.

Raymond,  H.  Witte.  (2012).  Classroom  Assessment  For  Teachers.  Miami  University:  Mc 
Graw Hill.

Tom,  Kubiszyn  and  Gary  D.  Borich.  (2013).  Educational  Testing  and  Measurement: 
Classroom Application and Practice, 10th Edition. New York: John Wiley & Sons.

Wigins,  G.P.  (1998).  Educative  Assessment  Designing  Assessment  to  Inform  and  Improve 
Student Performance. San Fransisco: Josse-Bass Publiser

Keterangan: silahkan dicari sendiri sumber pustakanya, karena artikel ini hanya penggalan makalah, jadi ada daftar pustaka yang tidak digunakan dalam artikel
Read More...

Mengisikan Jawaban (Supply Response Test)

Mengisikan Jawaban (Supply Response Test)
Dalam ujian kelas standar, bentuk jawaban yang paling sering digunakan adalah mengisi titik-titik, menyebutkan daftar jawaban, jawaban pendek, dan pertanyaan uraian Raymon H. Witte (2012). Mengisikan jawaban atau supply response test adalah jenis soal dimana siswa atau peserta didik diharuskan untuk mengisi dan menuliskan jawaban (Herman Yosep, 2014:99). Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa soal mengisikan jawaban atau supply response test adalah salah suatu jenis dari tes tertulis, dimana peserta didik mengisi atau menuliskan jawaban dan tidak hanya sekedar memilih pilihan jawaban yang telah disediakan.
Bentuk tes tertulis yang berupa mengisikan jawaban (supply response test) terdiri dari soal beserta rubrik dan atau pedoman pensekoran. Jika dilihat dari cara berfikir dalam penyelesaian/mengerjakan soal, supply response test yang bersifat konvergen (mengarah ke suatu jawaban yang benar) adalah isian singkat dan uraian obyektif (uraian terbatas/terstuktur). Sedangkan yang bersifat divergen (mengarah ke lebih dari satu jawaban yang benar) adalah uraian terbuka/bebas (Bambang Subali, 2012: 65). Raymon H. Witte (2012) menyebut uraian obyektif adalah uraian terbatas (restricted response), sedangkan uraian terbuka/bebas (open ended supply response test) disebut juga dengan istilah extended response.
Raymon H. Witte (2012) dalam bukunya yang berjudul Classroom Assessment for Teacher menyebutkan bahwa supply response test atau tes mengisikan jawaban terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1.      Melengkapi Soal Titik-Titik (Fill In Blank/FIB) atau Completion Questions
Pertanyaan untuk melengkapi/melengkapi pernyataan (completion questions) (Grondlund, N. E. 1985), misalnya melengkapi soal titik-titik (Fill In Blank/FIB) melibatkan peserta didik untuk melengkapi pernyataan atau item yang diberikan dimana sebuah kata utama sengaja dihilangkan (Raymond H. Witte, 2012). Bentuk soal melengkapi berupa sebuah kalimat yang belum lengkap dan siswa diharuskan untuk melengkapi kalimat tersebut, dimana biasanya bagian yang rumpang berada di bagian akhir kalimat. Namun ada juga beberapa bagian rumpang berada di awal maupun bagian tengah pernyataan. Menurut Herman Yosep E., dan Yustiana Wahyu (2014: 102), soal melengkapi yang lebih baik adalah bagian rumpangnya berada di akhir kalimat dan hanya terdapat satu atau dua bagian rumpang saja dalam satu pernyataan.
Pernyataan yang diberikan pada peserta didik berisi latar belakang dan konteks yang berhubungan dengan jawaban yang diminta. Pernyataan didalam soal tersebut mengharuskan peserta didik untuk memberikan informasi spresifik yang dapat melengkapi pernyataan tersebut secara akurat. Jenis pertanyaan ini (FIB) digunakan karena mudah untuk memberi nilai dan menilai pemahaman siswa secara spesifik dan ingatan informasi yang bersifat faktual. Grondlund N. E. (1985) menyebutkan bahwa jenis soal ini dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang relatif sederhana.
Menurut Hamzah B. Uno (2012), item tes melengkapi hampir sama dengan soal jawaban singkat, yaitu merupakan tipe item tes yang bisa dijawab dengan kata, frase, bilangan atau simbol. Bedanya, item tes melengkapi (FIB) merupakan pernyataan yang tidak lengkap, dan siswa diminta untuk melengkapi pernyataan tersebut, sedangkan soal jawaban singkat menggunakan kalimat tanya secara langsung. Pendapat ini juga sepemahaman dengan apa yang disebutkan oleh Gronlund N. E. (1985: 147) bahwa:
“The short answer item and the complition item both are supply-test items that be answered by a word, phrase, number or symbol. They are essentially the same, differng only in the method of presenting the problem. The short answer item uses a direct question wheares the complition item consist of an incomplete statment”.

Item tes melengkapi merupakan item tes yang paling mudah dalam penyususnan karena mengukur hasil belajar yang relatif sederhana. Keuntungan item tes melengkapi adalah siswa harus memberikan jawaban sehingga menghindari tindakan siswa menebak jawaban sehingga dapat menghindari efek “guessing”. Selain itu, item tes ini juga sagat efektif untuk menggali ingatan tentang suatu materi pada diri peserta didik. Selain kelebihan yang dimiliki, item tes ini juga memiliki kekurangan yaitu, tidak dapat digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman tingkat tinggi Gronlund N. E. (1985: 151).  Berikut ini tips membuat soal melengkapi (Fill In Blank/FIB) atau completion:
a.       Hindari soal isian pada titik-titik pada 2 tempat yang berbeda. Sebaiknya hanya satu bagian saja yang perlu diisi karena jika lebih dari 1 isian kosong dapat menimbulkan kebingungan pada peserta didik.
b.      Sebaiknya isian titik-titik diletakkan pada akhir statemen untuk memudahkan siswa memahami statemen.
c.       Panjang isian titik-titik harus seragam untuk menghindari adanya petunjuk jawaban singkat pada titik-titik yang singkat dan jawaban panjang pada titik-titik panjang.
Pembuatan soal dalam bentuk melengkapi jawaban (fill in blank) atau complition question memiliki syarat-syarat tertentu agar soal lebih mudah dipahami dan dapat mengukur kemampuan siswa dengan baik dan benar. Pokok uji bentuk ini merupakan pokok uji yang jawabanya berupa kata atau frase kata. Oleh karena itu dalam penyusunanya harus diusahakan agar jawabanya bersifat tunggal, jangan sampai muncul jawaban alternatif. Menurut Bambang Subali (2012: 67-68), syarat item bentuk melengkapi adalah sebagai berikut:
a.       Aspek materi
1)      Soal sesuai indikator
2)      Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas
3)      Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran
4)      Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, dan tingkat kelas.
b.      Aspek konstruksi
1)      Rumusan kalimat dalam bentuk kalimat terbuka (yang belum lengkap) yang hanya memerlukan tambahan kata yang merupakan jawaban/kunci
2)      Item tidak bergantung pada item sebelumnya.
c.       Aspek bahasa
1)      Rumusan kalimat soal komunikatif
2)      Kalimat menggunakan bahasan yang baik dan benar, sesuai dengan jenis bahasaya
3)      Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
Menggunakan bahasa/kata yang umum (bukan bahasa lokal).
Soal melengkapi memiliki kaidah-kaidah tertentu dalam penyusunan supaya menjadi soal yang baik dan dapat mengukur indikator yang ingin dicapai melalui tes melengkapi. Adapun kaidah penyusunan soal melengkapi menurut Grondlund N. E. (1985: 150-152),   Herman Yosep Sunu E., dan Yustiana Wahyu (2014) adalah sebagai berikut:
a.       Kalimat yang digunakan untuk soal ini sebaiknya mengarahkan peserta didik untuk menjawab dengan singkat dan spesifik karena seperti yang telah diketahui bahwa tipe item soal ini mengharuskan jawaban dalam bentuk kata, frase, angka maupun simbol, maka soalnya harus jelas.
b.      Penyusunan butir soal menggunakan kalimat yang dibuat sendiri, bukan mengutip kalimat atau pernyataan yang tertera dalam buku teks atau buku pelajaran. Cara tersebut berguna untuk menghindari siswa sekedar menghafal bahan/materi pembelajaran, sekaligus membuat siswa termotivasi untuk belajar sehingga menguasai bahan/materi pembelajaran yang diujikan.
c.       Tidak meletakkan tempat kosong atau rumpang untuk mengisi atau menuliskan jawaban di depan pernyataan, melainkan meletakkan di bagian belakang kalimat pernyataan.
d.      Setiap pertanyaan soal melengkapi mempunyai satu hingga dua tempat kosong atau rumpang yang harus diisi jawaban. Apabila penyajian suatu soal memberikan terlalu banyak tempat kosong yang diisi jawaban, siswa dapat kesulitan dalam memahami pertanyaan yang disajikan.
e.       Tempat kosong atau rumpang untuk tempat mengisi jawaban melengkapi harus memiliki panjang yang sama. Seandainya tidak sama, hal tersebut dapat menjadi petunjuk bagi peserta didik dalam mengerjakan soal.
Contohnya:
1)      Satu tempat jawaban
Zona yang berada di antara garis Webber dan Wallace disebut _______.
Jawaban : (Zona Peralihan).
Skor 1: benar
Skor 0 : salah
2)      Dua tempat jawaban
Indonesia bagian barat yang dibatasi oleh garis Webber disebut ________ dan bagian timur yang dibatasi oleh garis Wallace disebut ________.
Jawaban: (Zona Orientalis) dan (Zona Australis) à tidak boleh dibalik.
Skor 2 : kedua jawaban benar
Skor 1 : satu jawaban benar
Skor 0 : semua jawaban salah/tidak diisi.



1.      Jawaban Singkat (Short Answer)
Soal dengan jawaban singkat (short answer) mengharuskan siswa untuk memberi jawaban atau tanggapan berupa beberapa kata (frase) hingga sebuah kalimat utuh atau lebih. Soal ini disajikan dalam bentuk kalimat tanya yang lengkap dan jelas, bukan disajikan dalam bentuk pernyataan. Soal jenis ini berguna untuk mengukur kemampuan ingatan siswa tentang pelajaran dan pemahaman umum. Menurut Hamzah B. Uno (2012) dan Grondlund N. E. (1985: 147), tes jawaban singkat merupakan tipe item tes yang bisa dijawab dengan kata, frase, bilangan atau simbol. Item tes jawaban singkat menggunakan pertanyaan langsung, dan siswa diminta untuk memberi jawaban secara singkat, tepat dan jelas. Item jawaban singkat cocok untuk mengukur hasil belajar yang relatif sederhana.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa soal jawaban singkat (short answer) dalam biologi adalah jenis soal supply response test yang mengharuskan siswa mengisikan jawaban/tanggapan yang berupa kata, frase, sebuah kalimat utuh atau lebih untuk mengukur hasil belajar yang sederhana (tingkat kognitif rendah).
Keuntungan dalam jenis soal ini adalah siswa diharuskan untuk memproduksi atau menghasilkan jawaban yang benar bukan hanya sekedar menemukan jawaban yang tepat. Selain itu tipe soal ini berguna untuk menentukan apakah siswa dapat mengingat informasi secara faktual yang diminta. Soal pemahaman dapat didesain secara mudah dengan soal jawaban singkat dan proses untuk mengkoreksi tidak terlalu membutuhkan waktu lama. Membuat soal jenis ini juga lebih pasti. Yang menantang dari soal ini adalah menentukan jawaban yang benar dan bagian penting (keyword) yang harus ada dalam jawaban untuk menilai siswa. Selain itu faktor yang lain seperti ejaan dan bacaan yang tepat harus dipertimbangkan. Berikut ini adalah tips soal jawaban singkat menurut Grondlund N. E. (1985: 150-152), Herman Yosep Sunu E., dan Yustiana Wahyu (2014):
a.       Kalimat yang digunakan untuk soal ini sebaiknya mengarahkan peserta didik untuk menjawab dengan singkat dan spesifik karena seperti yang telah diketahui bahwa tipe item soal ini mengharuskan jawaban dalam bentuk kata, frase, angka maupun simbol, maka soalnya harus jelas.
b.      Guru harus membuat pertanyaan yang jelas dan singkat. Tingkat kesulitan harus disesuaikan dengan umur dan kemampuan baca umum dari siswa yang akan diuji. Pada soal jawaban singkat, ketepatan penulisan sangat penting karena soal tersebut membutuhkan jawaban yang spesifik.
c.       Soal harus memiliki jawaban yang jelas dan pasti. Hindari soal-soal yang memiliki jawaban benar yang lebih dari satu.
d.      Pastikan jawaban yang benar pada soal jawaban singkat sebelum soal diujikan kepada siswa. Jika ditemukan kemungkinan jawaban lain yang benar, maka soal tersebut harus direvisi agar soal hanya benar-benar memiliki satu jawaban yang pasti.
Soal melengkapi memiliki kaidah-kaidah tertentu dalam penyusunan supaya menjadi soal yang baik dan dapat mengukur indikator yang ingin dicapai melalui tes melengkapi. Adapun kaidah penyusunan soal melengkapi menurut Grondlund N. E. (1985: 150-152), Herman Yosep Sunu E., dan Yustiana Wahyu (2014) adalah sebagai berikut:
a.       Penyusunan butir soal menggunakan kalimat yang dibuat sendiri, bukan mengutip kalimat atau pernyataan yang tertera dalam buku teks atau buku pelajaran. Cara tersebut berguna untuk menghindari siswa sekedar menghafal bahan/materi pembelajaran, sekaligus membuat siswa termotivasi untuk belajar sehingga menguasai bahan/materi pembelajaran yang diujikan.
b.      Penulisan butir soal mengacu pada jawaban yang singkat, spesifik dan unik seperti yang diharapkan. Guru harus mengusahakan setiap pertanyaan yang disajikan menuntun siswa untuk menuliskan jawaban seperti kunci jawabanya, bukan jawaban terbuka atau bervariasi.
Contohnya:
1)      Soal dengan jawaban berupa kata/frase
Soal kurang baik:
Di manakah komodo dapat ditemukan?
Alternatif jawaban: Indonesia, pulau komodo
Soal lebih baik:
Di zona manakah komodo dapat ditemukan di Indonesia?
Kunci Jawaban: Peralihan (kata)
Di zona manakah komodo dapat ditemukan di Indonesia?
Kunci Jawaban: Zona peralihan (frase)
Skor 1: benar
Skor 0: salah
2)      Soal dengan jawaban berupa kalimat pendek
Mengapa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya?
Kunci Jawaban: Memiliki iklim tropis dan dilewati garis khatulistiwa à keywords.
Kalau sususanya tidak seprti kunci jawaban, maka jawaban dianggap salah, misalnya peserta didik menjawab “memiliki garis khatulistiwa dan dilewati iklim tropis”.
Skor 3 : jika semua keywords disebutkan dan susunan kalimat sesuai dengan keywords
Skor 2 : jika sebagian keywords dituliskan dalam jawaban.
Skor 1 : jika keywords disebutkan tetapi tidak sesuai dengan susunan.
Skor 0 : jika tidak sesuai dengan keywords atau tidak diisi jawaban.


1.      Uraian (Essay)
Pertanyaan uraian atau esai merupakan pertanyaan yang membutuhkan jawaban panjang/luas dan lebih dalam, adalah item yang umum dan kuat digunakan untuk ujian tingkat pemikiran yang lebih tinggi (Raymon H. Witte, 2012). Grondlund N. E. (1985: 213-214) menjelaskan bahwa:
The distinctive feature of essay question is the freedom of response. Pupils are free to select, relate, and present ideas in their own words. Although this freedom enhances the value of essay questions as a measure of complex achievement, it introduces scoring difficulties that make them inefficient as a measure of factual knowledge. For most purpose, knowledge of factual information can be more efficiently measured by some type of objective item.”
Sehingga dapat dijelaskan bahwa penggunaan soal esai memungkinkan peserta didik secara bebas dapat mengisi jawaban menggunakan kalimat atau bahasanya sendiri. Soal esai sulit jika digunakan untuk mengungkap pengetahuan faktual. Soal yang paling tepat untuk mengukur pengetahuan faktual adalah tipe objektif.
Soal esai digunakan untuk mengukur tujuan belajar yang tidak dapat diukur menggunakan objective response atau selected response test. Soal ini merupakan jenis soal yang memiliki standar esensi tingi untuk menguji kemampuan siswa pada ujian tertulis. Soal ini dapat didesain secara khusus dan detail dimana siswa harus menjawab sesuai tujuan instruksi yang sudah disesuaikan. Kemudian di dalam jenis soal esai, kita dapat mengambil informasi luas yang dimiliki oleh siswa. Contohnya adalah siswa dapat memberikan gambaran mereka berupa pemahaman, analisa atau evaluasi dari teori yang berhubungan dengan konten khusus atau dasar ilmu. Kemudian tipe pertanyaan ini dapat menjelaskan proses pemikiran siswa berdasarkan bagaimana mereka menuliskan jawaban mereka (informasi yang berkaitan, bagaimana jawaban ditulis dan poin utama yang ditekankan dalam jawaban). Guru dapat menilai penulisan dan struktur jawaban yang diberikan oleh siswa termasuk pemilihan kata dan ide untuk mengekspresikan dan mendukung jawaban mereka (Raymon H. Witte, 2012).
Menurut Peter (1991), panjang dari tanggapan atau jawaban yang diisikan oleh siswa pada soal esai ini lebih beragam dan lebih panjang jika dibandingkan dengan short answer dan complition qestion yang umumnya hanya berupa kata, frase dan kalimat pendek. Pertanyaan dalam bentuk esai dapat digunakan untuk mengakses kemampuan tingkat tinggi dan rendah meskipun lebih cocok untuk menilai kemampuan pengorganisasian, ekspresi, dan kelogisan. Salah satu jenis pertanyaan yang menilai proses pemikiran tingkat tinggi adalah pertanyaan essay. Esay memberikan siswa kesempatan untuk menyusun, menganalisa, mengintegrasi dan menyejikan ide dari pada hanya memberikan sebuah fakta yang telah mereka pelajari. Dalam menjawab pertanyaan tersebut mereka tidak hanya sekedar menyebutkan fakta namun harus menyusun jawaban dengan cara baru, menunjukkan hubungan diantaranya, menarik kesimpulan darinya, mengidentifikasi poin yang mendukung poin tersebut dan sebagainya. Proses mental ini tidak hanya terjadi pada ingatan saja namun dihasilkan ketika siswa dihadapkan pada pertanyaan esai. Jika murid hanya menjawab pertanyaan esai dengan jawaban yang diingatnya, maka jenis pertanyaan ini tidak cocok untuk menilai kemampuan pembelajaran siswa. Kemampuan mengingat fakta dalam pelajran lebih cocok di uji dengan tipe soal item terstruktur. Pertanyaan esai adalah pertanyaan yang membutuhakn proses pemikiran tingkat tinggi yang cocok untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami ide, kemampuan mengunakan ide dalam situasi baru, kemampuan untuk melihat hubungan diantara ide, dan kemampuan untuk menggunakan logika dalam menghubungakan point menjadi satu menjadi argumen yang koheren.
Dalam menyusun soal esai terdapat dua bentuk dasar yang dikenali yaitu uraian terbatas (restricted response) dan uraian bebas (extended response).
a.       Uraian terbatas/ terstruktur (restricted response)
Soal uraian terbatas disebut juga dengan soal uraian terstruktur, dalam buku-buku lain juga disebutkan sebagai restricted response. Groundlund N. E. (1985) memberi pengertian tentang uraian terbatas sebagai,
“The restricted response question usually limits both the content and the response. The content is usually restricted by the scope of the topic to be discussed. Limitiations on the form of response are generally indicated in the question.”  

Jawaban uraian terbatas didesain untuk mengukur batasan khusus disekitar jawaban siswa khususnya pada fokus utama dan kemungkinan panjangnya jawaban tersebut. Pada jawaban terbatas dapat digunakan kata-kata panduan seperti sebutkan, jelaskan, atau definisikan dalam pertanyaan. Atau juga dapat diberikan batasan panjang pada jawaban yang ditulis siswa contohnya beberapa kalimat hingga beberapa paragraf (Raymon H. Witte, 2012). Hamzah B. Uno (2012) mengatakan bahwa bentuk uraian terbatas atau terstruktur meminta siswa untuk memberikan jawaban terhadap soal dengan persyaratan tertentu. Jika dilihat dari cara berfikir dalam penyelesaian/mengerjakan soal, restricted response bersifat konvergen (mengarah ke suatu jawaban yang benar) (Bambang Subali, 2012: 65).
Contoh soal uraian terbatas:
Tuliskan 3 hal yang Anda ketahui tentang Zona Oriental!
Jawaban:
-          Zona Oriental meliputi Sumatra, Jawa dan Kalimantan
-          Hewan dan tumbuhan memiliki ciri yang mirip dengan hewan dan tumbuhan yang terletak di Benua Asia.
-          Terdapat garis Webber yang membatasinya dengan Zona Peralihan
Skor 4  : Jika semua jawaban (3) disebutkan dengan benar
Skor 3    : Jika hanya menyebutkan kurang dari 3 kunci jawaban namun diberi ciri lain selain yang ada di kunci jawaban.
Skor 2    : Jika menyebutkan ciri lain selain yang ada di kunci jawaban (misalnya menyebutkan ciri tumbuhan dan hewan pada zona Oriental).
Skor 1    : Jika menyebutkan jawaban lain selain di kunci jawaban 
Skor 0    : Jika jawaban tidak diisi atau tidak dijawab.

a.       Uraian terbuka/bebas (extended response/open ended supply respon test)
Soal uraian terbuka disebut dengan soal uraian bebas, dalam beberapa buku ada yang menyebutnya dengan extended response dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah open ended supply response test. Groundlund N. E. (1985) menjelaskan tentang uraian bebas, yaitu:
The extended response question allows pupils to select any factual information that they think is pertinent, to organize the answer in accordance with their best judgment, and to integrate and evaluate ideas as they deem appopriate. This freedom anables them to demonstrate their ability to select, organize, integrate, and evaluate ideas. On the other hand, this same freedom makes the extended response question inefficient for meansuring more spesific learning outcomes and introduces scoring difficulties that severely restrict its use as a meansuring instrument.

Jawaban soal uraian bebas memungkinkan jawaban dengan fleksibilitas tinggi dalam penulisan tanggapan dari pertanyaan. Secara khusus terdapat beberapa aturan seperti berapa halaman jawaban yang ditulis dan siswa dapat menuliskan jawaban dengan pemikiran bebas’ (Raymon H. Witte, 2012). Jika dilihat dari cara berfikir dalam penyelesaian/mengerjakan soal, open ended supply response test bersifat divergen (mengarah ke lebih dari satu jawaban yang benar) (Bambang Subali, 2012: 65).
Keuntungan besar dari jenis tanggapan ini adalah adanya kesempatan untuk menilai setiap pemikiran tingkat tinggi pada siswa dan pengorganisasian. Jika dirancang dengan baik, soal uraian bebas dapat digunakan untuk menilai kemampauan siswa dalam analisa, evaluasi dan kreasi yang jarang didapatkan dari jenis pertanyaan yang lain. Akan tetapi karena dibutuhkanya waktu lama dan usaha yang lebih keras maka jumlah pertanyaan yang dapat diberikan kepada siswa sangat terbatas. Penggunaan waktu yang terbatas dalam soal uraian bebas, sehingga pemilihan soal harus diperhatikan secara khusus. Hamzah B. Uno (2012), menambahkan bahwa bentuk uraian bebas memberikan kebebasan kepada siswa untuk memberikan opini serta alasan yang diperlukan. Jawaban siswa tidak dibatasi oleh persyaratan tertentu.
Contoh soal uraian bebas:
Uraikan berbagai alternatif cara untuk menjaga keanekaragaman yang ada di Indonesia! (skor 25, waktu 10 menit)
Pertanyaan uraian merupakan jenis soal yang sering digunakan oleh guru. Dalam pertanyaan ini yang dapat dicapai adalah pemahaman pembelajaran tingkat tinggi. Jenis pertanyaan ini cenderung menanyakan tanggapan mendalam pada isu atau kondisi khusus dan tidak merujuk pada pandangan luas dari pembelajaran atau materi yang diberikan di dalam kelas. Berikut ini adalah tips pertanyaan uraian oleh (Raymond H. Witte, 2012):
a.       Pertanyaan atau pernyataan harus jelas dan mudah dibaca termasuk tuntuntan khusus dalam pertanyaan yang harus diberikan oleh siswa.
b.      Memberikan panduan khusus yang diberikan, jika ada dan perlu, yang harus dihadirkan dalam soal (maksimal jawaban 3 paragraf, berikan contoh, referensi yang diminta pada setiap teori yang disebutkan).
c.       Pada proses penilaian soal ini harus ditentukan kunci penilaian berupa poin-poin jawaban yang harus ada di dalam jawaban seperti waktu, lokasi, tokoh utama, dan sebagainya. Setiap poin tersebut memberikan nilai pada jawaban, sehingga untuk mendapatkan nilai sempurna maka seluruh poin harus hadir dalam jawaban.
d.      Karena soal esai membutuhkan waktu panjang, maka harus dipertimbangkan juga dalam waktu tes yang dialokasikan.
e.       Karena jawaban yang panjang, maka harus disebutkan nilai pada setiap pertanyaanya sehingga siswa dapat mengalokasikan waktunya sesuai dengan nilai pada setiap pertanyaan.
f.       Agar siswa familiar dengan jenis soal seperti ini, sebaiknya dilakukan latihan dengan soal ini terlebih dahulu dalam kelas sebelum diberikan dalam bentuk ujian yang sesungguhnya.
g.      Ketika menilai pertanyaan uraian, nilai seluruh siswa pada soal yang sama sebelum mengkoreksi pada soal yang lainya. Kemudian ketika menilainya sebaiknya jangan melihat nama peserta didik/siswa untuk mengontrol potensi bias dan meningkatkan objektifitas dalam proses penilaian.
Selain memperhatikan tips dalam membuat soal uraian, guru juga harus memperatikan beberapa syarat dalam pembuatan item soal uraian. Menurut Bambang Subali (2012: 67-68), syarat item soal bentuk uraian adalah sebagai berikut:
a.       Dari segi materi
1)      Soal sesuai indikator
2)      Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas
3)      Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran
4)      Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, dan tingkat kelas.
b.      Dari aspek konstruksi
1)      Rumusan kalimat dalam bentuk kalimat tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai
2)      Ada petunjuk yang jelas cara mengerjakan/menyelesaikan soal
3)      Ada pedoman pensekoran
4)      Tabel, grafik, diagram kasus, atau yang sejenisnya bermakna (jelas keteranganya atau ada hubunganya dengan masalah yang ditanyakan)
5)      Item tidak bergantung pada item sebelumnya
c.       Dari aspek bahasa
1)      Rumusan kalimat soal komunikatif
2)      Kalimat menggunakan bahasan yang baik dan benar, sesuai dengan jenis bahasaya
3)      Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
4)      Menggunakan bahasa/kata yang umum (bukan bahasa lokal)
5)      Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan siswa.
Soal uraian memiliki kaidah dalam penyusunan soal agar soal tidak mengandung berbagai persepsi dan membuat bingung peserta didik. Adapun kaidah penulisan tersebut menurut Yosep Sunu E., dan Yustiana W. (2014) adalah sebagai berikut:
a.       Merumuskan kalimat butir soal secara rinci dan jelas sehingga siswa tidak salah mengartikan dan membat tafsiran ganda. Tafsiran ganda membuat maksud pertanyaan menjadi kabur dan siswa menjadi bingung merumuskan dan menuliskan jawaban.
Menghindari memberikan pilihan bitur soal yang harus dijawab siswa. Misalnya disediakan 5 butir soal dan peserta didik diminta untuk memilih 3 soal yang akan dikerjakan. Jenis soal yang seperti ini akan membuat pensekoran menjadi rumit jika peserta didik memilih soal yang berbeda-beda, sehingga memerlukan waktu koreksi yang lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA
Airasian, P. W. (1991). Classroom Assessment. United States : McGraw-Hill, Inc.
Anderson  &  Krathwohl.  2002.  A  Taxonomy  for  Learning,  Teaching,  and  Assessing.  A 
Revision  of  Bloom’s  Taxonomy  of  Educational  Objectives.  New  York:  Addison Wesley Longman, Inc.
Anderson,  L.  W.  dan  Krathwohl,  D.  R.  (2015).  Kerangka  Landasan  untuk  Pembelajaran, 
Pengajaran, dan Asesmen. Terjemahan oleh Agung Prihantoro.  Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ahiri, Jafar. (2008). Teknik Penilaian Kelas Dalam Pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press.
Arends, Richard. (2004). Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill.
Bambang,  Subali.  (2012).  Prinsip  Asesmen  &  Evaluasi  Pembelajaran.  Yogyakarta:  UNY Press.
Bambang, Subali dan Suyata P. (2012).  Pengembangan Item Tes Konvergen dan Divergen dan  Penyelidikan  Validitasnya  Secara  Empiris.  Yogyakarta  :  Diandra  Pustaka Indonesia.
Bambang, Subali (2013).  Kemampuan  Berpikir Pola Divergern dan Berpikir Kreatif dalam Keterampilan  Proses  Sains  :  Contoh  Kasus  dalam  Mata  Pelajaran  Biologi  SMA. Yogyakarta : UNY Press.
Basuki,  I.  dan  Hariyanto.  (2014).  Asesmen  Pembelajaran.  Bandung  :  PT.  Remaja Rosdakarya.
Dettmer, Peggy.  (2006). New Blooms in Established Fields: Four Domains of Learning and Doing. Roeper Review, Winter 2006; 28,2; ProQuest Education Journals.
Dettmer,  Peggy.  (2006).  New  Blooms  in  Established  Fields:  Four  Domains  of  Learning  and 
Doing. Roeper Review, Winter 2006; 28,2; ProQuest Education Journals.
Endrayanto,  H.  Y.  S.  dan  Harumurti,  Y.  W.  (2014).  Penilaian  Belajar  Siswa  di  Sekolah.Yogyakarta : PT. Kanisius.
Depdiknas.  (2006).  Model  Penilaian  Kelas.  Jakarta:  Puskur  Balitbang  Departemen Pendidikan Nasional.
Hamzah., B. Uno dan Koni, K. (2012). Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Herman,  Yosep  S.  E.  &  Yustiana  Wahyu.  (2014).  Penilaian  Belajar  Siswa  di  Sekolah. Yogyakarta: PT Kasinus. 
Mengonstruksi Instrumen Asesmen Ranah Kognitif dan Sensorimotor   Page 62
Michael,  K.  Russell  and Peter  W.  Airasian.  (2011).  Classroom  Assessment:  Concepts  and Applications, 7th Edition. New York: McGraw-Hill Education. 
Mimin, Haryati. (2007).  Model & Tenik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.
Nurhayati,  N.,  Mukhlis,  dan  Jaya,  A.  (2015).  Biologi  untuk  SMA/MA  Kelas  X.  Bandung  : Yrama Widya.
Oostraf,  A.  C.  (2003).  Classroom  Aplication  of  Education  Measurenment.  Ohio:  Meril Publising.
Permendiknas.  (2013).  Permendiknas  No.  64  tentang  standar  isi  kurikulum  2013.  Jakarta  : Depdiknas.
Popham,  W.  J.  (2008).  Teknik  Mengajar  Secara  Sistematis.  Terjemahan  oleh  Amirul Hadi,dkk. Jakarta : Rineka Cipta.
Raymond,  H.  Witte.  (2012).  Classroom  Assessment  For  Teachers.  Miami  University:  Mc Graw Hill.
Tom,  Kubiszyn  and  Gary  D.  Borich.  (2013).  Educational  Testing  and  Measurement: 
Classroom Application and Practice, 10th Edition. New York: John Wiley & Sons.
Wigins,  G.P.  (1998).  Educative  Assessment  Designing  Assessment  to  Inform  and  Improve 
Student Performance. San Fransisco: Josse-Bass Publiser

Keterangan: silahkan dipilih sendiri daftar pustakanya, karena artikel ini hanya penggalan makalah, sehingga daftar pustakanya tidak masuk semua dalam artikel
Read More...